Tuesday, August 23, 2011

Lilin Merah


Ada kalanya kesendirian menjadi hadiah ulang tahun yg terbaik. Keheningan menghadirkan pemikiran yg bergerak ke dalam, menembus rahasia terciptanya waktu.

Keheningan mengapung kenangan, mengembalikan cinta yg hilang, menerbangkan amarah, mengulang manis keberhasilan dan indah kegagalan. Hening menjadi cermin yg membuat kita berkaca, suka atau tidak pada hasilnya.

Lilin merah berdiri megah di atas glazur, kilau apinya menerangi usia yg baru berganti. namun, seusai disembur napas, lilin tersungkur mati didasar tempat sampah. hangat nyalanya sebatas sumbu dan usailah sudah.

Sederet doa tanpa api menghangatkanmu di setiap kue hari, kalori bagi kekuatan hati yg tak habis dicerna usus. Lilin tanpa sumbu menyala dalam jiwa, menerangi jalan setapakmu ketika dunia terlelap dlm gelap.

Berbahagialah, sesungguhnya engkau mampu berulang tahun setiap hari.



Selamat ulang tahun, belahan jiwaku....

Thursday, August 11, 2011

Kehilangan


Setiap kali saya kehilangan barang, ibu saya selalu bilang "kamu yang ikhlas, mungkin bukan rezeki, semoga Tuhan menggantinya dengan rezeki yang lain"

Kadang kala saya masih tidak bisa menerima dengan kesabaran yang diajarkan ibu saya. Jika kehilangan barang akibat kelalaian saya (benda kesayangan terjatuh tanpa sepengetahuan saya), saya masih bisa menerima, namun jika dicuri orang lain? sangat susah bagi saya untuk ikhlas. Begitulah ketika ---telepon genggam pertama saya hilang dicuri teman saya sendiri, atau ketika dompet saya dicopet sehabis nonton bioskop tahun yang lalu, dan kemudian kecopetan terulang selagi saya menunggu di pool travel sebulan yang lalu--- teramat sulit bagi saya untuk bisa ikhlas. Namun, kata-kata yang dilontarkan ibu selalu mampu membuat hati saya luluh dan ikhlas di kemudian hari. Pada akhirnya, saya terbiasa untuk mengikuti kata-kata Ibu ketika mendapatkan musibah kehilangan barang.

Namun ada satu hal yang tidak mampu saya kendalikan ketika kehilangan, yaitu kehilangan orang yang saya sayangi. Dan untuk yang satu ini, saya tidak pernah cerita pada Ibu. Jika saya kehilangan orang yang saya sayangi, saya selalu pendam di hati saya sendiri. Untuk sampai pada tahap ikhlas, saya perlu sangat lama untuk urusan yang satu ini, waktunya bisa dalam hitungan bulan bahkan tahun. Seperti halnya apa yang saya alami hampir tiga bulan ini, ketika rasa sayang saya sedang tumbuh, secara tiba-tiba saya harus kehilangan orang yang paling saya sayang, saya masih belum bisa ikhlas. Saya tahu, kehilangan kali ini adalah akibat kesalahan saya sendiri, namun kalaupun ibu saya mengeluarkan kalimat saktinya "kamu harus ikhlas", saya malah tidak yakin akan menurut aapa yang dikatakannya. Maafkan saya, karena ternyata saya masih sangat sayang dan tak ikhlas kehilangannya.

Tuesday, June 21, 2011

Mati Lampu


Saya dibuat tertawa geli ketika tadi sore terjadi mati lampu. Salah seorang crew saya --laki-laki--yang sedang membereskan gudang panik luar biasa. Bunyi kardus berjatuhan ketika ia berlari keluar gudang menuju keluar. Seorang crew --wanita-- yang sedang membereskan tas raket juga lari keluar dengan membawa tas raket saking paniknya.

Di toko lama, saya memiliki assisten yang juga takut akan gelap. Pernah sekali waktu lampu mati, ia dan seorang crew sedang berada di gudang. Sontak mereka kalang kabut sambil berteriak "Mamaaaaahhhhh.....", tumpukan kardus sepatu di area gudang dibuat berantakan ditabraknya. Saya pikir wajarlah mereka perempuan.

Nah yang bikin saya tertawa justru seorang crew saya (laki-laki), ia seorang pesulap dan ahli hipnotis.Ketika itu mati lampu sampai menjelang tutup toko. Saya masih menyelesaikan administrasi toko dan menyuruhnya untuk segera berganti seragam ke gudang. Saya meminjamkannya telepon genggam yang dilengkapi lampu senter untuk membantu menerangi gudang. Dia diam sambil bilang "Nanti saja sama Bapak...". Owalahhhh....rupanya ia takut.

Di satu sisi saya ingin tertawa (kenapa sih harus takut akan gelap?, apalagi seorang laki), namun di sisi lain saya juga belajar untuk menghargai phobia orang lain akan kegelapan. Mungkin mereka pernah punya phobia di masa lalu akan kegelapan. Sedangkan saya, dari kecil terbiasa dengan kegelapan.

Di desa saya, listrik baru mengalir ketika saya duduk di bangku kelas 3 SD. jadi sebelumnya saya terbiasa dengan kegelapan di malam hari. Bahkan karena saking terbiasanya saya dengan kegelapan, tidur saya justru akan lebih nyenyak tatkala lampu dalam keadaan mati.

Friday, June 3, 2011

Cium Tangan

Seminggu yang lalu saya dibuat tertegun takjub. Seorang lelaki bule masuk ke toko. Dia memberikan komentar "design toko Anda bagus", dan saya menjawab "terima kasih". Kemudian temannya datang, mereka masuk ke area display sepatu futsal. Setelah dibantu oleh seorang crew, akhirnya mereka bertransaksi sepasang sepatu. Ketika temannya bertransaksi di area kasir, bule pertama menghampiri saya di pintu masuk toko. Kebetulan lewatlah sepasang cowok-cewek. Yang cewek mengenakan tank top seksi, legging dan sepatu high heels, lengkap dengan dandanan menor. Sang bule tiba-tiba saja berujar "Cewek di kota ini nakal ya? pada senang selingkuh dan matre!", saya kaget, rupanya dia lancar berbahasa Indonesia, dan saya menjawab konyol "Ya, kebanyakan begitu, mereka senang memanfaatkan". Sang bule menimpali "Saya pernah berpacaran dengan orang sini, tapi saya tidak suka, meraka nakal". Saya bertanya, "Sudah berapa lama tinggal di sini?" "Setahun lebih," jawabnya.

Obrolan kami terpotong dengan selesainya transaksi temannya. Sang bule mengucapkan terima kasih terlebih dulu (kecolongan nih, biasanya saya yang duluan mengucapkannya). Dan tanpa diduga dia mengajak saya salaman, dan ---inilah yang membuat saya kaget sekaligus takjub--- dia mendaratkan tangan saya ke keningnya. Saya terdiam mematung sekaligus canggung. Inilah pertama kalinya tangan saya dicium penuh hormat oleh customer saya, bule pula.

Sedari saya kecil, tradisi cium tangan adalah dilakukan oleh orang yang usianya muda kepada yang lebih tua. Cium tangan kepada kedua orang tua saya adalah kebiasaan saya juga setiap saya akan berangkat meninggalkan rumah atau pulang dari bepergian. Cium tangan juga dilakukan jika bertemu kerabat saya yang usianya lebih tua. Di luar itu, saya hanya mencium tangan guru atau orang yang baru dikenal dengan catatan usianya jauh lebih tua dari saya.Kalaupun ada orang tua mencium tangan orang yang lebih muda, biasanya dilakukan untuk penghormatan kepada penguasa (presiden, gubernur, bupati, camat, lurah dan semacamnya). Maka di benak saya, cium tangan adalah sebuah bentuk penghormatan.

Maka, dengan diciumnya tangan saya oleh sang bule tadi, saya dibuat takjub. Kami baru beberapa menit bertemu. Saya tidak tahu nama dia siapa (walau mungkin dia tahu nama saya dari name tag/ID card yang saya kenakan). Dia juga baru setahun di negeri ini. Entahlah, apakah di negerinya hal tersebut biasa dilakukan atau dia mengaplikasikan budaya cium tangan di negeri ini namun tidak membedakan usia. Yang jelas, saya benar-benar tersanjung. Di saat budaya tersebut mulai memudar dan jarang saya lihat (saya jarang menyaksikan adegan tersebut dilakukan remaja atau orang dewasa selain kepada keluarga), orang asing ini justru menunjukkan tata krama yang begitu indah.

Thursday, May 19, 2011

Ketika Ia....., Maka Aku......

Ia bangkit berdiri
menghampiriku dengan senyum dikulum
memperkenalkan identitas
mengurai beragam kisah
menyelipkan impian dan harapan
dan aku tertawa


Ia bangkit berdiri
menggapaiku dan mengajakku
menyusuri jalan lengang
mengajariku bersikap dewasa
membimbing penuh semangat
dan aku terseyum

Ia bangkit berdiri
berpamitan dan beranjak pergi
menyisakan makna semangat, impian dan harapan
tanpa mungkin kembali lagi
dan aku termangu





Ia bangkit berdiri
dan aku berlari pergi
sadar diri

Hingga, aku....


Berlarilah berkejaran hingga,
memerah mukaku

Beralihlah tujuan hingga,
aku terkesima

Tuliskanlah kalimat hingga,
memar hatiku

Mekarlah kelopak bunga hingga,
sedu sedan mewarnai

Sambutlah perpisahan hingga,
gelisah menikam suasana

Kemaraukan gunung-gunung hingga,
pucuk-pucuk bersemi

Ulurkan kesaksian hingga,
dalam hampa ada angan

Berikan definisi hingga,
katalog luka sempurna

Bingkailah senyuman hingga,
tiada lagi warna

Pelangikan titik hujan hingga,
bait-bait menjadi semarak

Lemparkan pena-pena hingga,
hukum karma terbukti
mencemoohku dan raut mukaku



Saturday, May 14, 2011

Sepeda

Hayu Hejo

Seiring kesadaran manusia modern akan keseimbangan alam, beberapa tahun terakhir ini munculah gerakan "Go Green, Stop Global Warning" (saya sempat tersenyum ketika melihat sebuah billboard, gerakan ini di Bandung diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda "Hayu Hejo"). Maka menjamurlah produk-produk yang diklaim sebagai produk ramah lingkungan. Kantong plastik mulai dikurangi penggunaannya dan dibuatlah kantong yang dibuat dari bahan serat yang bisa dipergunakan kembali dan akan dengan mudah diurai jika dibuang ke alam.

Bike to Work

Gerakan ini pun membawa trend tersendiri dalam gaya hidup masyarakat urban. Lahirlah gerakan "bike to work", bersepeda ke tempat kerja. Selain untuk mengurangi polusi udara akibat asap kendaraan bermotor, gerakan ini juga menyadarkan kita untuk berolah raga alami (membakar kalori dengan berinteraksi dengan alam). Bahkan khusus di akhir pekan, banyak ruas jalan yang ditutup untuk kendaraan bermotor (Car Free Day), memberi kesempatan para pejalan kaki dan pengguna sepeda untuk menghirup udara pagi.

Sayangnya, niat hati ingin hidup sehat, namun ternyata tak didukung oleh kesadaran masyarakat lainnya. Lihatlah para pesepeda ini, ketika mereka mengayuh sepedanya menuju tempat kerja, bukan udara segar yang didapat, namun asap knalpot yang mengepul dari bus kota yang bikin sesak nafas. Belum lagi bahaya diserempet karena sopir bus kota yang ugal-ugalan mengejar setoran. Maka tempat paling aman untuk bersepeda adalah di area Car Free Day tadi atau keliling komplek perumahan yang sepi.

Saya dan Sepeda

Saya tidak pernah memiliki sepeda, tapi ayah saya pernah punya. Ia mendapatkannya ketika menjabat kepala dusun di desa. Ia suka membawa serta saya ke sawah. Saya suka sekali dibonceng di belakangnya sambil memeluk pinggangnya. Namun peangalaman indah itu tak berlangsung lama. Setelah masa jabatannya berakhir, sepeda tersebut dikembalikan ke desa.

Saya belajar naik sepeda dengan meminjam sepeda sepupu jauh saya, itu pun jika ia sudah kelelahan seharian main sepeda. Para tetangga mengajari saya main jangkungan (engrang) terlebih dahulu. Katanya saya harus belajar menjaga keseimbangan terlebih dahulu untuk belajar naik sepeda. Setelah jago naik jangkungan, maka saya mulai belajar naik sepeda. Bukan hal mudah, berkali-kali saya terjatuh karena oleng. Lutut saya memar ketika terjatuh. Namun karena keinginan untuk bisa menaklukannya, saya tak patah semangat dan terus mencoba. Akhirnya saya bisa mengendarainya. Melalui jalanan desa yang berbatu tubuh saya terguncang mengayuh sepeda kecil tersebut.

Sepeda dan Filosopi

Berdasarkan pengalaman kecil saya,maka saya dibuat terpaku oleh selembar brosur yang saya dapat ketika mengunjungi sebuah pameran kemarin. Stand pameran tersebut memang menyedikan berbagai perlengkapan untuk bersepeda. Di brosurnya ada kutipan kata-kata bijak, "Life is like riding a bicycle - in order to keep your balance, you must keep moving. (Albert Einstein / 1879 -1955)". Wowwww.....keren. Tepat sekali dengan apa yang saya alami ketika belajar naik sepeda dulu. Jika kita tidak mengayuh sepeda, sangat tidak mungkin kita bisa seimbang. Satu-satunya cara untuk mendapat keseimbangan tersebut, ya kita harus menggerakkan sepeda tersebut dengan mengayuhnya, mengendalikan stang dan mengendalikan posisi badan di atas sadel.

Begitupun hidup saya, saya harus tetap maju, menjalaninya, memperbaiki diri. Hayo semangat Soen!

Friday, May 13, 2011

Pets

Saya alumni Fakultas Peternakan, namun sampai hari-hari kemarin saya tak pernah memiliki hewan peliharaan selain cicak yang masuk ke kamar saya tanpa saya undang.


Entah karena alasan apa, tiba-tiba saja seminggu terakhir ini saya membeli aquarium yang saya isi dengan ikan dan udang. Saya juga memiliki 2 ekor hamster corak, lengkap dengan rumah dan tempat bermain.


Bersyukur hewan-hewan tersebut sekarang menemani saya. Ada yang menghibur saya ketika hati saya sedang remuk, mekipun mereka tidak bisa bercakap-cakap dengan saya.Semoga mereka sehat selalu dan betah menemani saya.

Thursday, May 12, 2011

diam

aku haus kata-kata

aku haus bicaramu

tolong jangan diamkan aku

Tuesday, May 10, 2011

Konser dan Keluarga


Beberapa hari terakhir ini saya menonton iklan BKKBN di layar televisi, model iklannya penyanyi muda Afgan. Di situ Afgan cerita tentang bagaimana dia mempersiapkan sebuah konser secara matang, dimulai dari latihan suara, tata panggung, lighting, koreografi dan band pengiring. Menurutnya itulah kunci sukses sebuah konser. Kemudian ia berujar begitu juga dalam membangun sebuah keluarga, harus dipersiapkan secara matang.

Saya mungkin setuju dengan konsep iklan tersebut, bahwa jika ingin sukses dalam mencapai suatu tujuan, perlu persiapan yang matang. Namun apakah keluarga bisa disamakan dengan sebuah konser? Apakah seorang artis yang behasil me-manage sebuah konser, di saat yang sama ia juga berhasil dalam me-manage perencanaan dalam berkeluarga? saya rasa tidak selalu. Lihatlah para artis yang digelari Diva di negeri ini. Kurang sukses apa mereka menggelar konser? Penjualan tiket sold out, kapasitas tempat penuh sesak oleh penonton yang berjubel, keuntungan melimpah ruah, namun urusan keluarga? malah berantakan..

Lalu kenapa model iklan yang dipilih adalah Afgan? Apakah sosoknya cukup mewakili pesan bahwa keluarga yang dipersiapkan secara matang, kelak akan menjamin sebuah keluarga yang bahagia dalam waktu langgeng?Saya bingung. Penyanyi muda tersebut mungkin sukses di dunia tarik suara, namun dalam perencanaan keluarga?ada pengalaman?

Ah,pikiran positif saya mengatakan bahwa maksud dijadikannya penyanyi ini sebagai model iklannya karena ia cukup mewakili untuk icon "manusia muda yang berhasil dalam perencanaan". Tujuannya agar para remaja seusia model iklannya bisa sukses dalam merencanakan segala hal, termasuk membangun sebuah keluarga.

Bagi saya yang sangat awam dengan ilmu komunikasi media (terlebih iklan), iklan ini terasa janggal. Di mata saya, seorang model iklan harus benar-benar mewakili iklan yang disampaikannya. Misalnya, model iklan shampoo harus memiliki rambut yang bagus dan terawat, model iklan sabun mandi harus memiliki kulit yang bersih dan mulus, jauh dari kudis. Nah untuk urusan keluarga berencana, dari dulu saya terbiasa menyaksikan model iklannya adalah sepasang suami-istri yang digambarkan bahagia hidup dengan anak-anaknya. Di depan kamera, mereka tersenyum seolah berkata kepada pemirsa "beginilah buktinya jika sebuah keluarga direncanakan secara matang, maka contohlah kami".

Maka bagi saya, sosok penyanyi muda ini sebagai bintang iklan keluarga berencana belumlah tepat karena belum ada bukti bahwa ia sukses dalam membangun sebuah keluarga. Btw, kenapa ya saya gak ada kerjaan ngomentarin iklan, sementara saya sendiri selalu berantakan dalam perencanaan. Apalagi berhubungan dengan yang namanya berkeluarga.

Monday, May 9, 2011

Cinta Tanpa Alasan

aku mencintaimu, karena aku mencintaimu, tak perlu alasan lain....

cinta sejati tak mengenal alasan ketika ditanya mengapa kita jatuh cinta.

Sunday, May 8, 2011

Ekspresif


Bahaya!! Sampai usia saya yang sekarang, saya masih belum pandai menyembunyikan suasana hati. Nampaknya saya masih belum berbakat untuk menjadi aktor.

Kemarin, asisten saya di tempat kerja menegur saya dengan pertanyaan yang benar-benar tepat sasaran, "kenapa A? ada apa? cerita dong!". Saya benar-benar kaget dengan pertanyaannya yang tiba-tiba itu. Suasana hati saya memang sedang tidak nyaman, saya sedang galau, dan saya telah berusaha untuk menunjukkan profesionalitas kerja. Namun rupanya air muka saya terlalu mudah ditebak. Ketika saya menjawab "ga da papa, emang kenapa?", assisten saya tersenyum geli "ga usah bohong! muka lu kusut banget".

Rupanya saya belum berubah, sedari dulu ekspresi muka saya ketika sedih atau galau terlalu mudah ditebak oleh orang lain. Ternyata hal ini dikarenakan kebiasaan sehari-hari saya yang --menurut sebagian besar teman saya-- nampak semangat dan ceria. Jadi, ketika sorot mata saya sudah sayu, orang lain akan dengan mudah menerka bahwa saya sedang menghadapi masalah.

Sebenarnya saya tak ingin kebiasaan ini berkelanjutan, karena biasanya hal tersebut membawa efek yang lebih buruk pada kondisi hati saya. Jika raut muka saya sedang sedih, teman-teman saya akan tampil menjadi pahlawan untuk menghibur saya dengan harapan saya segera pulih, kembali menjadi sosok yang menyenangkan. Sayangnya, setiap kali hal tersebut dilakukan, saya biasanya malah menjadi merasa terusik. Saya lebih suka menghadapi permasalahan yang saya hadapi dengan menyendiri, menarik diri, mengintrospeksi diri sendiri, kemudian pelan-pelan menganalisis masalah yang saya hadapi dan mencari solusinya sendiri. Bukannya tidak ingin mendapatkan solusi dari orang lain, namun saya lebih percaya dengan kata hati saya. Mungkin terdengar egois, namun itulah saya.

Tuesday, April 5, 2011

Trotoar Untuk Siapa?


Setiap kali berangkat ke tempat fitnes, setelah turun dari angkutan kota, saya melanjutkannya dengan berjalan kaki. Sebenarnya bisa saja saya melanjutkan dengan naik angkot berikutnya, namun hal itu tidak saya lakukan, selain sayang dengan uang 1000 rupiah, saya juga merasa lebih enak dengan berjalan kaki karena setibanya di tempat fitness, keringat saya sudah keluar begitu pula suhu tubuh sudah meningkat dengan jalan kaki yang saya lakukan.

Yang sedikit membuat jengkel, setiap kali saya berjalan kaki, saya tidak menemukan trotoar yang membuat saya nyaman. Dahulu, ketika masih duduk di bangku SD di kampung, guru saya mengajarkan kalau berjalan di jalan raya perkotaan, kita harus berjalan di trotoar karena trotoar adalah tempat untuk pejalan kaki. Saya kemudian bertanya apa itu trotoar. Guru saya menjelaskan bahwa trotoar merupakan area di pinggir jalan raya yang dibuat khusus untuk para pejalan kaki, terbuat dari tembok atau pavin block yang dibuat lebih tinggi dari jalan raya, di bagian tepinya diberi garis sewarna kulit zebra, hitam putih. Guru saya juga mengajarkan bahwa jika kita berjalan di trotoar, kita harus berada di sebelah kiri arah yang kita tuju. Jadi jika kita menuju ke arah selatan, berjalanlah di sebelah timur jalan, dan seterusnya. Sebenarnya untuk yang satu ini, saya ingin protes, kenapa kita harus berjalan searah dengan kendaraan yang melintas lebih dekat dengan kita. Saya pikir itu "curang", bagaimana jika ada sopir mabuk yang tidak bisa mengendalikan kendaraannya. Saya tidak akan melihatnya karena berada di belakang saya. Lebih baik saya berjalan di sebelah kanan jalan sehingga kendaraan yang melaju di depan saya bisa kelihatan. Jadi dari kejauhan, kita dapat menghindari resiko tertabrak.

Masalahnya, di jalur jalan raya di tempat fitness saya berada, jalurnya satu arah/jalur. Maka pilihan saya untuk berjalan di sebelah kanan jalan tetap beresiko tertabrak dari belakang. Terlebih di sepanjang jalur tersebut, para pengendara terbiasa ngebut. Parahnya, trotoar di sebelah kiri-kanan jalan tidak ada yang membuat saya nyaman. Hilang sudah bayangan indah saya di masa kecil tentang trotoar yang lebar dan nyaman. Tak ada lapisan tembok atau pavin block yang rata, melainkan tumpukan kerikil bergelombang. Trotoarnya juga tidak lebar, terkadang saya juga harus terpaksa menginjak jalan raya sambil melihat ke belakang (takut ditabrak mobil/motor) karena perjalanan di trotoar terhalang mobil yang parkir atau pedagang kaki lima. Beberapa kali saya terkesiap, karena hampir terserempet mobil/motor yang melaju kencang.

Saya tidak mengalaminya di jalur tersebut saja. Peristiwa yang sama seringkali saya alami di jalan raya di pasar, depan pusat pebelanjaan, rumah sakit, terminal, stasiun dan tempat umum lainnya. Para pejalan kaki di kota besar sangat kesulitan mendapatkan trotoar yang nyaman. Bahkan sekarang banyak sekali bahu jalan ini dipakai untuk tempat orang berjualan (biasa disebut pedagang kaki lima). Adapun di jalur macet, trotoar kadang menjadi jalan "alternatif" pengguna motor untuk menerobos kemacetan. Maka saya dan banyak pejalan kaki lain hanya bisa pasrah dengan kondisi ini, dan sesekali mengumpat dalam hati jika perjalanan yang seharusnya menyehatkan tersebut, diusik dengan hambatan pedagang kaki lima atau ada motor yang melintas. Bagaimana pun mereka pasti punya alasan melakukannya (pedagang kaki lima mencari nafkah, pengendara motor sedang terburu-buru).

Apa tidak sebaiknya saya beli kendaraan saja? Ah, saya masih sayang kaki saya. Saya masih percaya jalan kaki lebih menyehatkan dibanding naik kendaraan (selain sepeda tentunya). Selain itu, saya pikir cukup sudah polusi yang ditimbulkan dari asap kendaraan bermotor, cukup sudah bahan bakar bumi diexploitasi untuk kendaraan, cukup sudah kemacetan akibat tiap orang berlomba mengoleksi kendaraan bermotor, cukup sudah orang-orang dibuat emosi karena motor yang masuk ke area trotoar (hal yang sangat mungkin saya lakukan juga jika punya kendaraan, karena sifat saya yang tidak sabaran). Wah, alasan saya makin berlebihan.

Friday, March 25, 2011

Menikah, Proses Biologis atau Konstruksi Sosial?


Tulisan ini saya kutip dari buku Si Parasit Lajang karya penulis favorit saya, Ayu Utami. Saya kagum dengan gaya berpikirnya yang berkarakter:



Dialog 1
Pertanyaan : Apakah Anda menikah? Jawaban: Tidak. Reaksi : Ah, bukan tidak. Tapi belum. (biasanya dengan nada prihatin dan agak menghibur, seola memberi harapan bahwa kita bukan tak laku sehingga tak layak minder begitu).
Percaya atau tidak, bahkan dalam KTP, kolom status pernikahan akan diisi dengan pilihan ini : "menikah", "janda/duda" atau "belum menikah". Kita belum pernah menemukan pegawai kelurahanyang mengetik "tidak menikah". Padahal tak ada perbedaan dampak hukum antara belum dan tidak kawin. Moralisme telah masuk ke birokrasi.

Tapi ada persoalan linguistik juga di sini. Dan ini berawal pada tak adanya kala dalam Bahasa Indonesia. Pertanyaan dan jawaban "Are you married?" - "No" tidak menimbulkan persoalan apa pun dalam bahasa Inggris. Justru jawaban "not yet" yang membikin sedikit masalah.

Dialog 2

Jika kita menjawab "saya tidak menikah" dengan pede, reaksi umum akan berbeda.

Jawaban : Saya tidak menikah. Reaksi : Lho kenapa tidak mau menikah?

Ini juga persoalan linguistik lantarann tak ada past, present, future tenses dalam bahasa kita. Jawaban yang secara logis ada dalam kategori kala kini ditafsirkan juga sebagai kala depan. Tak ada dialog ini : "are you married? -- "No." -- "Why not?"

Jawaban : Saya tidak merasa perlu menikah. Saya tidak merasa perlu punya anak sebab penduduk sudah amat padat.

Reaksi: Masa? Apakah Anda pernah trauma? Pernah disakiti?

Jarang ada orang yang mau menerima penjelasan rasional mengenai ketidaknikahan. Di pihak lain, tak perlu ada penjelasan yang membenarkan perkawinan, meski statistik membuktikan perceraian. Seolah-olah perkawinan, yaitu rasionalisasi atas dorongan-dorongan yang tak rasional, adalah rasionalitas itu sendiri.



Sejak kecil kita melihat masyarakat mengagungkan pernikahan. Ironisnya, dongeng Cinderella, Putri Salju, Putri Tidur, Pretty Women tamat pada upacara, tukar cincin, dentang lonceng, atau ciuman pada balkon. Artinya, tak ada dongeng tentang perkawinan itu sendiri.

Sesungguhnya pada titik dongeng berhenti, seorang anak diperkenalkan pada yang realistis. Yang tidak dicritakan itu. Yaitu, bahwa pernikahan tidak ideal. Selain kasih sayang, juga ada kebosanan, penyelewengan dan pemukulan. Tapi itu tabu dibicarakan. Sebaliknya, masyarakat mereproduksi terus nilai yang mengagungkan pernikahan. Mereka menempatkan jodoh sebagai titik takdir sejajar dengan kelahiran dan kematian. Suatu proses yang wajib dilalui manusia. Seolah-olah alamiah, bahkan kodratiah. Barangkali percintan memang amat romantis sehingga orang suka berkhayal bahwa mereka dipersatukan oleh malaikat. Perasaan melambung itulah mungkin yang membuat kita ogah mengakui bahwa lahir dan mati adalah proses biologis, sementara menikah adalah konstruksi sosial belaka.

Barangkali menikah tidak membawa keuntungan apapun, namun pilihan tidak menikah (dalam tatanan masyarakat kita) akan menimbulkan kerugian sosial.

Thursday, March 24, 2011

Protein Bar


Protein bar, snack yang semakin banyak dicari karena dapat mencukupi kebutuhan protein setiap saat. Beberapa protein bar juga dilengkapi dengan berbagai sumber protein nabati seperti soy dan kacang-kacangan. Raisin, grape, berry, dan beberapa jenis buah lainnya juga ditambahkan untuk semakin memperkaya nutrisi dan cita rasa protein bar. Kandungan lemaknya pun lebih rendah jika dibandingkan dengan snack lain. Jumlah kalori yang terdapat pada protein bar pun juga tepat untuk selingan, yaitu sekitar 200 kkal. Jika Anda ingin menikmati manfaat protein dengan cara praktis maka protein bar merupakan pilihan snacking yang tepat dan sehat.

You Raise Me Up by Josh Groban.avi



Sejak 2004 lagu ini menjadi lagu wajib saya. Lyric nya pendek, ringkas, tapi bermakna. Meskipun intro nya sangat mirip dengan sebuah lagu wajib negeri ini "Indonesia Pusaka".

Setiap kali saya berada dalam kondisi "down", lagu ini mampu menyemangati saya. Maka saya menjadikan Josh Groban sebagai "hero".

Meskipun lagu ini pernah dibawakan oleh sekian banyak orang, namun (dalam sudut pandang saya), tak ada yang mampu menandingi kekhidmatannya ketika dibawakan Josh.

Setia


Dalam hidup saya, kesetiaan adalah hal yang sangat diagungkan. Saya berguru pada kehidupan orang tua sampai generasi sebelumnya (kakek nenek saya). Dalam kehidupan rumah tangga, tak jarang ada kesalahpahaman, namun meskipun orang tua saya pernah bertengkar hebat, tapi tidak sampai melunturkan kesetiaan mereka satu sama lain.

Kakek dari ibu saya, ketika didahului nenek saya menghadap Yang Kuasa, beliau tetap bertahan menyendiri sampai beberapa tahun kemudian beliau menyusul kepergian nenek. Makam beliau berdua dibuat berdampingan.

Ketika saya menetapkan hati pada satu orang yang saya sukai, saya berusaha fokus memberikan kasih sayang saya terhadap orang tersebut, terlebih jika kami sudah berkomitmen menjalin hubungan. Bahkan lebih jauhnya, hubungan saya dengan orang lain kadang kala menjadi tidak terlalu erat seperti biasanya. Saya tidak tahu apakah itu baik atau buruk. Tapi dalam pikiran saya, jika saya mencintai seseorang, saya harus mencurahkan perhatian dan kasih sayang terhadap orang tersebut. Kami bisa menikmati saat-saat indah bersama tanpa harus memikirkan orang lain. Cara berpikir saya ini menurut beberapa orang membuat saya menjadi lebih posesif dan cenderung autis. Saya menjadi orang yang asyik dengan kehidupan cinta saya dan lupa segalanya (termasuk mungkin teman saya sendiri). Parahnya saya menjadi pencemburu jika pasangan saya tidak sepemikiran dengan saya.

Kenapa saya menjadi begitu cemburu dan posesif? Pengalaman yang menunjukkan demikian. Saya pernah (dan hal ini berulangkali) menyayangi seseorang dengan segenap kepercayaan yang saya berikan. Saya tidak pernah menanyakan kemana saja dia pergi seharian. Saya tidak pernah cek hand phone nya. Ketika dia mendapat telepon atau sms, saya tidak pernah bertanya dari siapa, pun saya tidak pernah berani cek hand phone nya. Ketika pergi ke warnet bersama, saya tidak pernah bertanya dia sedang FB-an atau chatting dengan siapa. Saya percaya bahwa dia juga setia sama seperti saya yang menjaga kesetiaan untuknya.

Namun apa hasilnya? setelah selanjutnya hubungan kami merenggang, saya mendapatkan bukti nyata bahwa dibalik segala kepercayaan yang saya berikan, di belakang saya dia mengkhianati kesetiaan saya. Tak tanggung-tanggung, dia pun pernah berkhianat dengan teman saya yang sudah saya anggap adik saya sendiri.

Belajar dari pengalaman saya tersebut, saya tidak begitu mudah dapat mempercayai orang lain. Saya cukup kenyang trauma dengan pengalaman saya tadi. Untuk itu, komunikasi menjadi sangat penting bagi saya. karena ternyata, kesempatan sedikit saja dapat membuat seseorang dengan mudah memalingkan hati.

Lalu sampai kapan saya selalu menjunjung kesetiaan saya? saya tidak tahu, karena hal itu adalah prinsip saya, meskipun pada akhirnya saya sering dikhianati.

Wednesday, March 23, 2011

Mawas Diri


Saya jauh dari sempurna.

Coba kita cek!

Saya tampan? tentu saja tidak!kulit saya coklat gelap, hidung pesek, mata bulat, rambut keriting.

Saya kaya? tentu saja tidak! untuk menghidupi diri sendiri saja terengah-engah.

Saya berkarakter? tidak juga! saya cenderung plin plan dan ikut arus.

Saya supel? saya menarik diri! saya grogi dan tidak PD.

Saya tangguh? olah raga saja jarang, kecuali akhir2 ini saya cinta pergi fitness meskipun hanya di tahap awal.

Saya sabar? ketika punya keinginan, saya selalu grasa grusu.saya egois.





Lalu apakah yang bisa saya banggakan untuk meraih bintang yang tinggi? saya harus mawas diri, ketulusan hati tidak cukup untuk itu.

Cakue



Resep Gorengan – Cakue

Bahan-bahan Cakue :

  • 500 gram tepung terigu
  • 400 cc air
  • 1 sendok makan baking powder
  • 2 sendok teh baking soda
  • 1 1/2 sendok teh garam

Cara membuat

  1. Campur baking powder, baking soda, dan garam, aduk hingga rata, lalu masukkan air, aduk rata.
  2. Tambahkan tepung terigu sedikit-sedikit, aduk rata, lalu biarkan selama 20 menit.
  3. Uleni lagi sebentar, biarkan lagi selama 20 menit, lalu ulangi terus sampai 4 kali hingga adonan halus dan elastis.
  4. Balik adonan tadi, beri sedikit minyak di permukaannya agar adonan tetap lembab, lalu biarkan selama 1 jam.
  5. Ambil adonan tadi, bungkus dengan selembar plastik, bentuk menjadi persegi panjang, lalu biarkan lagi selama 4 jam.
  6. Buka plastik pembungkusnya, lalu gulung adonan hingga berbentuk persegi panjang dengan lebar 6 cm dan tebal 1,5 cm.
  7. Potong-potong adonan ukuran 0,75 cm dan sesuai dengan lebarnya tadi, lalu ambil 2 potong adonan, tumpuk menjadi satu, tekan bagian tengahnya yang memanjang dengan tusuk sate agar melekat, ulangi hingga bahan habis.
  8. Ambil 1 buah cakue, tarik kedua ujungnya perlahan-lahan hingga menjadi panjang sekitar 20 cm, jangan sampai putus, lalu masukkan ke dalam minyak yang banyak dan panas, goreng di atas api sedang hingga matang dan berwarna kecoklatan, angkat, tiriskan, ulangi hingga bahan habis.
  9. Biasanya cakue disajikan bersama-sama dengan bubur ayam atau dapat juga dimakan sendiri

Tuesday, March 22, 2011

Perang dan Komunikasi

Saya hanya menggeleng-gelengkan kepala tatkala menyaksikan pasukan Amerika Serikat dan sekutunya menyerang Libya akhir-akhir ini. Kabarnya motif di balik penyerangan tersebut adalah melindungi rakyat Libya dari serangan pemimpinnya sendiri, Khadafi yang bertahan di tampuk kekuasaan dan enggan mundur dari jabatannya.

Jika memang maksudnya demikian, kenapa jiwa korban yang melayang berasal dari rakyat Libya sendiri, bukan dari pasukan Khadafi. Yang menggelikan Khadafi menyerukan rakyat Libya untuk membangkitkan jiwa nasionalisme membela negara dari serangan asing (Amerika dan sekutunya).

Saya kasihan dengan rakyat Libya yang menjadi korban pemimpinnya sendiri dan juga pasukan Amerika Serikat beserta sekutunya. Pemimpinnya sendiri dan pemimpin pasukan Amerika sangat terobsesi dengan sumber daya minyak yang melimpah di negeri tersebut. Nafsu dunia untuk menguasai kekayaan alam membutakan mata manusia akan nilai kebersamaan hidup sebagai sesama manusia (humanis). Obsesi terhadap sesuatu kadang membuat manusia menjadi arogan,Ketika seorang manusia tak mendapat apa yang diidamkannya, kadangkala membuat manusia mengeluarkan sisi serakahnya.

Begitu pun apa yang saya alami akhir-akhir ini, Saya terobsesi dengan rasa cinta, sayang dan kangen. Rasa kangen yang tidak terobati membuat saya menjadi sosok yang egois, memaksakan kehendak ingin bertemu dan uring-uringan serta negatif thinking. Bermacam pemikiran negatif berkecamuk di kepala saya, terlebih saya pernah mengalami pengkhianatan di masa lalu, sehingga ketika menghadapi komunikasi yang terhambat, jiwa saya berubah menjadi api yang membara.

Pada dasarnya perang terjadi karena adanya miss komunikasi antara dua pihak. Dan parahnya ketika dua-duanya mempertahankan keegoisannya, maka meledaklah amarah. Seandainya ada komunikasi dua arah, dan masing-masing bernegosiasi dengan egonya sendiri, tentu tak akan ada perang. Saya kira pertemuan kedua pihak sambil berpikiran jernih dengan niat mencari solusi akan kebuntuan komunikasi tadi akan mencegah terjadinya perang.

Kini, saya sedang berusaha bernegosiasi dengan egoisme diri saya sendiri. Saya selalu ingat apa yang dikatakan ibu saya, "Kamu harus tahu diri dalam menggapai sesuatu. Selalu bersabar dan introspeksi diri. Kamu manusia yang penuh kekurangan, mawas diri lah ketika kamu ingin menggapai sesuatu yang tinggi"

Ya, saat ini saya merasa bermimpi memetik bintang yang terlalu tinggi. Akankah bintang itu mendekat agar saya bisa meraihnya?

Friday, March 18, 2011

Beda


Saya suka ajaran sederhana yang diberikan tokoh ibunya Khan dalam film My Name is Khan.

Pertama dia menggambar dua sosok manusia, satu manusia bertangan kosong (tanpa membawa apa-apa), yang satu lagi manusia membawa lolipop. Khan bilang manusia yang memberikan lolipop kepada manusia yang satu lagi adalah manusia yang baik.

Kemudian ibunya Khan kembali menggambar dua sosok manusia, satu manusia bertangan kosong (tanpa membawa apa-apa), yang satu lagi manusia membawa tongkat pemukul. Khan bilang manusia yang memukulkan tongkat tersebut kepada manusia yang satu lagi merupakan manusia yang jahat.

Sang ibu bertanya,"Khan, kamu tahu mana di antara kedua manusia tersebut yang Muslim dan yang Hindu?". Dan Khan pun bingung, karena kedua sosok tersebut tak ada bedanya dari segi bentuk gambarnya. Maka sang Ibu bilang, "Itulah Khan, di dunia ini tidak ada beda antara manusia satu dengan yang lainnya kecuali niat dalam hatinya, yaitu orang yang beniat baik dan orang yang berniat jahat."

Kekasih

Kekasih adalah takdir menjelma manusia cahaya, makhluk yang menegaskan gemerlap, membagi kejelasan bagi kembara makna, cerita kelahiran-kematian. Dan aku penikmat sinar jelita, perlahan merayap-menyebar, menghirup angin dan wangi bunga.

(dari buku Bermain-main Dengan Cinta karya Bagus Takwin)

Tuesday, March 15, 2011

Maaf

(dikutip dari buku "Bermain-main Dengan Cinta" karya Bagus Takwin)


Meskipun kita pernah sepakat betanya "Mengapa mesti ada permintaan maaf?" toh ada kalanya kita tak bisa berkuasa atas diri kita karena sejuta persoalan mencengkeram pundak. Ada kalanya kita tak bisa menghindar menyakiti orang lain karena hidup yang terbatas. (Kita tak pernah tahu pasti mengapa. Itulah barangkali sebabnya kita tak pernah bermaafan). Tapi, kuingat serangkai kata yang lahir dalam perjalanan-perjalanan malamku :

Maaf, meski seperti sia-sia
Seringkali jadi segelas coca-cola dingin kesukaanmu,
jadi sebait puisi penghantar tidur,
jadi bendera perdamaian di tengah perang,
jadi gerimis rintik di tengah kemarau.
Maaf sering juga jadi awal dari kehangatan
setelah hidup yang begitu dingin mendekam lama.

Italic
Karena itulah (serangkaian kata yang suka bolak-balik melintas di kepala), aku coba minta maaf padamu untuk semua yang tak kumengerti, untuk semua kepahitan dan kepedihanmu, untuk semua keasingan yang selama ini terenda di antara kita.

Meski besar kemungkinan semua terulang lagi dan maaf tak akan begitu saja menghapusnya, barangkali dengan maaf, akan ada gerimis di tengah kemarau, suasana damai setelah sekian lama kita saling menembakkan pandangan asing dan akan ada kehangatan yang dulu pernah terbina.

Lalu, kita bisa minum coca-cola dingin bersama lagi, menulis dan membaca puisi lagi, menghitung hidup dengan huruf, kata dan bait.







Saturday, February 26, 2011

Three Magic Words


Tolong, maaf, terima kasih.

Tiga kata ajaib ini selalu diulang-ulang dalam setiap artikel psikologi, begitu pula dalam soal pekerjaan. Tiga kata ajaib ini dapat menjadi latihan dasar untuk menjadi pemimpin yang sukses. Selalu ucapkan kata tolong pada semua pekerjaan bahkan sekecil apapun itu pada banyak orang yang membantu kita, ingat bahwa adanya pemimpin karena adanya tim. Kemudian, jangan sungkan mengucapkan kata maaf pada setiap kesalahan atau ketidaknyamanan yang seharusnya tidak kita lakukan. Lalu yang terakhir, ucapkan terima kasih pada apapun yang membantu dan mewujudkan segala urusan pada pekerjaan kita.

Mungkin, tanpa kita perlu mengucapkan tiga kata itu, anak buah kita tetap akan melakukan apa yang kita perintahkan sebagai pimpinan mereka. Ya, mungkin mereka melakukannya dengan perasaan takut kehilangan pekerjaan. Tapi, pada dasarnya semua manusia suka "diakui". Jadi, kata-kata simpel di atas bisa memberikan perbedaan, karena mereka tidak hanya akan melakukan pekerjaannya, but they will give their heart in every inches of their woks.

Monday, February 21, 2011

Obat


Jika saya kena flu, saya biasa minum Decolgen. Jika batuk, saya minum OBH Combi. Jika radang di dalam tubuh, saya minum Amoxixilin. Jika luka di badan, saya pake Betadine. Namun hari ini.....ketika saya dilanda rasa kangen yang luar biasa, saya benar-benar menyerah. Seandainya saja ada obat tablet untuk mengatasi itu........

Thursday, February 17, 2011

Beras


Sewaktu saya kecil, orangtua saya menyimpan beras di sebuah gentong yang terbuat dari tanah liat. Gentong beras tersebut ada tutupnya serupa piring. Di bagian tutup tersebut ditaruh uang koin zaman dulu yang sudah tidak berlaku, lipatan kertas berbentuk segi empat berukuran kurang lebih 0,5 x 1 cm yang di tengahnya di-stapless. Orang-orang bilang itu isim untuk penolak bala sekaligus pelindung dan pembawa berkah bagi beras yang ada di dalamnya.

Kakak perempuan saya, ketika pertama kali menjadi pegawai negeri sipil suka mengeluh dengan "beras bagian" yang diterimanya. Bagaimana tidak, kualitas beras yang diterimanya rutin tiap bulan tersebut sangatlah buruk, banyak kutu dan berbau apek.

Zaman SMU, ibu saya membekali saya beras tiap kali pulang ke rumah. Untuk bekal di kost an, ujarnya.Beras yang saya bawa dicampur dengan beras yang dibawa kakak kelas teman sekost. Kami biasa berhemat di awal pekan,biasanya makan dengan mie instan. Namun menjelang akhir pekan, ketika uang kas iuran berlebih, kami bisa beli bakso atau sate.

Setahun terakhir ini, saya lebih menyukai nasi dari beras merah karena sifatnya yang tidak lembek. Kebiasaan ini bermula sejak saya diperkenalkan dengan menu makanan Sunda tradisional di daerah Punclut Bandung oleh rekan kerja saya.

Monday, February 14, 2011

sayang



.......


satu satu
aku sayang ibu

dua dua
aku sayang ayah

tiga tiga
sayang kakak saya

satu dua tiga
sayang pacar saya


......

Sunday, February 13, 2011

sales dan cheese stick


Kuping saya panas selama 6 bulan terakhir.Big boss meragukan kemampuan saya dalam mengejar omset sales. Berkali-kali di setiap meeting saya diledek bahwa jika saya menangani sebuah toko, pasti performance salesnya kurang bagus. Saya malah pernah diledek, jika saya libur atau ikut meeting, toko --tanpa kehadiran saya-- salesnya bagus.

Hari ini saya buktikan bahwa saya juga bisa. Hari ini angka penjualan mencapai angka yang disebut2 tidak akan pernah saya tembus.

Hari ini saya sedang bersemangat karena seseorang menyemangati saya. Dan saya paling senang melihatnya mengunyah cheese stick.


Kamu sedang jatuh cinta, Soen....

Saturday, February 12, 2011

Dana Keamanan dan kaki pegal


Saya ingin tertawa (sekaligus stress) di hari kemarin. Bagaimana tidak, saya dihadapkan pada sebuah event promosi yang diselenggarakan perusahaan tempat saya bekerja. Pembukaan toko secara resmi (grand opening) diselenggarakan dengan bintang tamu sebuah group band nasional. Informasi acara memang sudah diberitahukan sebulan sebelumnya, namun tak ada meeting apa pun tentang persiapannya. Saya tidak tahu konsep dan detil acaranya seperti apa. Tiba-tiba saja 3 hari menjelang hari-H, saya diberitahu akan adanya "meet n greet" dan makan malam (dinner) bagi 3 orang customer yang beruntung. Yang membuat saya tecengang, surat perizinan, properti (perlengkapan pendukung) belum disiapkan. Maka hari-hari penuh stress saya dimulai.

Dimulai dari surat izin keramaian. Saya diminta membuat surat izin keramaian ke pihak kepolisian dengan surat pengantar dari pihak mall. Ketika pertama kali datang membawa surat pengantar, saya hanya diminta menunggu sampai esok harinya sambil menunggu dana keamanan yang akan ditransfer atasan saya untuk kemudian dibayarkan. Keesokan harinya, ketika dana telah ditransfer, saya menghubungi contact person dari kepolisian yang kemarin. Beliau mengkonfirmasi suratnya sudah jadi, tinggal menunggu tanda tangan dari pimpinan. Siangnya, saya dikonfirmasi bahwa surat tidak bisa ditandatangani karena surat pengantar idak ditujukan kepada bapak pimpinan. Saya diminta untuk mengganti surat pengantarnya. Saya tidak tahu kesalahannya ada dimana karena ketika saya konfirmasi ke pihak mall, mereka mengatakan format surat resmi untuk pengantar acara demikian seperti yang saya antarkan kemarin memang begitu standarnya. Saya tidak mau ambil pusing, saya minta surat pengganti sesuai yang diminta oleh pihak keamanan. Akhirnya digantilah surat pengantar tersebut, dan saya mengantarkannya. Di sana saya disuruh menunggu sampai istirahat makan siang sampai akhirnya surat izinnya bisa saya dapatkan. Ada 10 personal yang akan ditempatkan untuk mengamankan acara. Ketika saya memberikan dana keamanan, pihak penerima bergumam (meskipun itu terdengar sangat jelas) "ga ada lebihnya ya? buat nambah2 biaya pengetikan surat". Saya bingung dn bertanya dalam hati "ada ya biaya seperti itu?" setahu saya layanan jasa apapun yang hasil akhirnya melalui pengetikan tidak dikenakan biaya. contohnya ketika saya membeli makan di restoran atau membeli pakaian dan perlengkapan lain di toko-toko, membeli tiket travel dan kereta, kasirnya tidak pernah meminta biaya jasa pengetikan. Terkecuali ketika mengunakan jasa pengetikan skripsi. (itupun belum pernah saya alami, karena dulu ketika saya membuat skripsi, 100% saya yang mengerjakannya sendirian). Dan saya menjawab gumaman si bapak dengan senyuman dan "saya hanya diberi mandat dari atasan saya segitu Pak". Saya pulang dengan muka masam.......

Sore harinya, ketika saya dibuat pusing dengan pengerjaan rak gudang yang dibuat asal-asalan oleh kontraktornya, saya ditelpon lagi oleh atasan saya. Beliau meminta saya mencari kursi untuk duduk bintang tamu esok hari.Hoalah.....saya kaget, acaranya besok, kok baru nyari kursinya hari ini. Beruntung saya punya kontact person personalia di perusahaan tempat saya bekerja sebelumnya. Beliau membantu dengan memberikan contact person jasa penyewaan perlengkapan pesta. Akhirnya kursi tamu dan meja bisa saya dapatkan. Ketika saya mengkonfirmasi tentang biaya sewa kursi dan meja, atasan saya menambahkan "coba kamu cari sound system". lengkaplah rasa kesal saya......."Pak...!!! kenapa tidak dari kemarin2 memberi tugasnya......?". Saya mencari lagi informasi tentang sound system. Didapatlah dengan biaya sewa 1/2 juta. Atasan saya bilang kemahalan, ga usah saja katanya, biar beliau yang mencari sendiri. ya sudahlah.......Eh, selang berapa menit beliau nelpon lagi menanyakan "ga bisa dinego?" dan saya bilang "Bapak, jika kita konfirmasi jauh2 hari, mungkin kita bisa nego harga dan mencari alternatif tempat sewa yang lain, nah ini acaranya mepet,mana mau orang itu nego harga, karena dia pasti tahu ini urgent dan kita yang butuh". Dengan nada ketus saya memberikan nomor telpon penyewaan sound system tadi "mangga, Bapak saja yang nego". Tak berapa lama beliau menelpon lagi "nomornya bisa dihubungi, tapi ga diangkat2....yasudah gapapa segitu...tapi kalo kamu bisa, dinego lagi". Saya hanya bisa mengernyitkan dahi, terleih ketika saya menelpon pemilik sewa sound system dan mengkonfirmasi "tadi atasan saya menelpon mau nego harga, kok ga diangkat ya telponnya?" dan beliau menjawab "dari tadi tidak ada yang menelpon cuma Bapak"........gubrak!!.....wah jaringan telpon lagi error (itu pikiran postif saya).Akhirnya sound system sudah "aman".

Dan tiba2, saya didaulat untuk jadi MC alias pembawa acara besok. Bapaaakkk!! saya orangnya gugup di depan umum dan kenapa harus mendadak sih?

Sampai malam harinya muka saya benar-benar masam, equipment toko benar2 tidak siap. Lampu sorot kurang terang dan tidak fokus,rak gudang dibuat asal-asalan, AC yang tidak dingin dan masih ada kebocoran. Apa jadinya esok?? arrrgggghhh.....

Dan keesokan harinya, assisten saya menambah suasana makin ga asyik. Raut mukanya lain dari biasanya......

Dan acara itu pun berlangsung....saya bingung, ini adalah peresmian grand opening toko, tapi kok dari perusahaan tidak ada yang bersedia memberikan sambutan? aneh......whatever, saya membawakan acara dengan grogi (maklum tidak biasa), susunan acara tidak sistematis karena banyak yang dipotong. sampai acara selesai sore harinya....

Selesai acara, General Manager saya bersalaman dan bilang "luar biasa, good job". Dan saya bengong.....!!

Entahlah, saya hanya ingin bersyukur acaranya telah selesai, sekalipun satu pertanyaan muncul di benak saya "kemana ya satuan pengamanan yang menghabiskan dana sekitar 1,5 juta?"


Sudah ah.....kaki saya sudah pegal....saya butuh relaxasi....

Wednesday, February 9, 2011

Masam...


Hari ini saya dilanda rasa kangen yang luar biasa. Dan sampai usia segini, saya masih belum bisa mengontrol emosi jika rasa itu datang. Rasa-rasanya saya akan mendapat nilai raport merah jika saja ada mata pelajaran "pengendalian rasa kangen".

Yang menjadi masalah, jika penyakit ini muncul, saya menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Pikiran saya menjadi fokus terhadap orang yang saya kangeni dan tidak mempedulikan orang lain. Otot muka saya menjadi lebih tegang dan menjadi pelit senyum. Seperti halnya hari ini, muka saya dibilang "masam" sama rekan kerja saya. Dia membujuk saya dengan segelas jus jambu kesukaan saya "biar ga BeTe" ujarnya. Sayangnya rasa kangen saya ini tidak terobati, walhasil muka masam saya bertahan sampai sore hari. Maka jus jambu dan gurauan yang biasanya mampu membuat saya tersenyum (bahkan tertawa), terasa menjadi ocehan yang "garing". Jus jambu hanya lewat begitu saja di kerongkongan saya tanpa mampu mencairkan suasana.

adakah yang salah dengan saya? ....

Tuesday, February 8, 2011

Monday, February 7, 2011

Lari dan Berjalan


Barusan saya berjalan sangat cepat, mengikuti langkah orang yang memberikan pelangi di hari-hari saya akhir-akhir ini.

Di masa kecil, saya ingin sekali berlari dalam jarak yang jauh karena saya yakin saya bisa.Saya ingin sekali bisa ikut dengan teman-teman sekolah lari pagi tiap hari Minggu menyusuri jalan raya sampai ke desa tetangga yang jaraknya 2-3 km dari desa dimana saya tinggal. Namun, ibu saya selalu melarang setiap kali saya minta izin kepadanya untuk ikut bersama teman-teman.Beliau khawatir akan terjadi kecelakaan, ada sopir ngantuk sehingga bisa saja ketika saya berlari, saya terserempet kendaraan.Kadang saya iri terhadap teman-teman saya yang bisa menghirup udara pagi dengan bebas sambil bercucuran keringat. Hanya sekali saya pernah ikut lari pagi, itu pun tanpa sepengetahuan ibu saya, yaitu ketika saya menginap di rumah bibi saya. Pagi harinya, saya diajak sepupu perempuan saya lari pagi dengan jarak 2 km. Alangkah senangnya saya.

Menjelang kelas 5 SD, ketika orang tua saya pindah rumah, saya mulai belajar bandel. Berpetualang di alam bebas bersama teman-teman di lingkungan yang baru. Saya jadi terbiasa berlari di kebun orang, memanjat pohon, mengejar layangan putus, terjun bebas dari bukit ke sungai yang ada di bawahnya. Otot saya jadi terlatih untuk menghadapi berbagai medan.Tiap bulan Agustus saya ikut Persami, berkemah bersama teman-teman sekolah dalam kegiatan kepramukaan.

Namun semuanya tidak berlangsung lama, kelas 6 SD saya kembali pindah rumah mengikuti orang tua saya yang dipercaya menjadi penjaga gedung sarang burung walet. Di rumah tersebut, segala aktivitas saya seolah terbelenggu. Ibu dan Ayah saya selalu mengawasi saya dan meminta saya untuk tidak bepergian kemana-mana. Benteng gedung tersebut sangat tinggi, yakni sekitar 4 meter. Maka saya tidak bisa melompatinya. Walhasil, saya seharian berkutat dengan buku-buku pelajaran dan buku-buku lain peninggalan kedua kakak saya. Saya jadi seorang yang kutu buku, melahap segala buku cerita yang dibawakan kakak saya dari perpustakaan sekolahnya. Petualangan di alam bebas hanya bisa saya nikmati melalui serial silat Wiro Sableng yang kala itu populer.

Berlari dalam jarak jauh baru saya alami lagi ketika saya duduk di bangku SMA. Waktu itu kondisi negeri ini sedang carut marut. Ketika pulang sekolah, saya terjebak di jalan raya di tengah orang-orang yang sedang kalap demo besar-besaran yang cenderung anarkis. Akibatnya saya berlari sekencang-kencangnya untuk menghindari kelompok orang tersebut. Tak tanggung-tanggung, saya berlari hampir 4 km karena menunggu angkutan umum seolah menunggu tumbuhnya bulu di kulit ular. Setelah 4 km barulah datang sopir truk yang berbaik hati mengangkut saya dan beberapa orang yang lain. (Kali ini, kekhawatiran ibu saya tidak terbukti. Ketika saya berlari menyusuri jalan raya, saya bukan terserempet mobil, malah diselamatkan sopir truk).

Memasuki kuliah, seingat saya, saya hanya berlari jarak jauh ketika masa orientasi kampus di tengah bentakan senior. Yang paling sering saya lakukan adalah berjalan jarak jauh, karena jarak kampus dari pintu gerbang hampir 1 km, kemudian naik ke lantai 5 melalui tangga (belum ada lift waktu itu). Saya juga terbiasa berjalan ke kandang tempat kami, mahasiswa peternakan, mengikuti praktikum. Karena aktivitas ini, kami menjuluki kampus kami sendiri sebagai IPB (Institut Pembesaran Betis).

Rekor perjalanan terjauh yang saya alami adalah ketika saya mengikuti long march sewaktu unjuk keprihatinan atas penindasan Israel terhadap Palestina sekitar tahun 2000. Alas sepatu saya benar-benar habis waktu itu terkikis panasnya aspal jalanan Jakarta.

Sejak bekerja di ritel, kaki saya terbiasa berdiri dan berjalan berkeliling. Dan di sinilah masalahnya, jika dulu saya berjalan jauh sambil menghirup udara bebas dan terbuka, di tempat kerja saya berjalan di area yang tertutup dan menjemukan. Udara dingin yang saya hirup bukan berasal dari liukan angin dari sela-sela pepohonan, melainkan hembusan angin dari AC yang teratur frekuensinya.

Dulu, saya tidak merasakan pegal di kaki sekalipun berjalan jarak jauh. Sekarang, hampir sebulan sekali saya minta tukang urut untuk melemaskan otot-otot kaki saya. Saya menjadi terlalu manja sekarang. Dan saya iri dengan mereka yang bisa berlari dan berjalan jarak jauh di alam terbuka.

Obsesi : ubah pola hidupmu, Soen. Keluar dari area nyaman mu. Kuatkan otot kakimu. Cayyyoooo!

film yang menginspirasi saya: Children of Heaven (obsesi sang Kakak yang ingin menjadi juara 2 agar bisa mendapat hadiah sepatu) dan Forrest Gump (adegan yang paling inspiratif " Run Forrest! Run!"

lelap


dan tidurlah wahai pasangan jiwaku....



Neuteuli?


Sore tadi saya kembali menemukan sebuah jiwa penuh amarah pada seorang pemimpin. Luapan emosinya terlihat dari deretan kata dan tanda seru pada pesan singkat di telepon genggam. Tak tanggung-tanggung ada 3 tanda seru di akhir kalimat.

Kenapa ya banyak orang menanggap kemarahan bisa menyelesaikan masalah? kemudian membahas kesalahan sampai berlarut-larut (bahasa sunda : Neuteuli). Apa tidak melelahkan membuang energi dengan membuat jiwa menjadi tidak tenang, tekanan darah meninggi, otot tegang, kening berkerut, alis bertaut....dan yang terpenting, apakah kemarahan menyelesaikan masalah?

Saya termasuk orang yang tidak nyaman menyelesaikan masalah dengan kemarahan. Bagi saya, kemarahan menguras energi, mengotori jiwa, dan kita menjadi pihak yang kalah karena tak mampu mengendalikan nafsu angkara murka. Jika menemukan sesuatu yang salah, lebih baik saya telusuri akar masalahnya dan berikan solusinya. Saya tidak suka dengan pertanyaan, "kenapa ini bisa terjadi?"yang dikatakan berulang-ulang. saya lebih suka pertanyaan, "setelah ini terjadi, apa yang harus dilakukan?"

tetaplah jadi jiwa yang berpikir tentang solusi, Soen. jangan ikuti mereka yang berkawan akrab dengan angkara.

Tutug Oncom


Tiba-tiba saja saya teringat menu makanan ini ketika menikmati makan siang di sebuah warung pinggir jalan dekat tempat saya bekerja tadi siang. Padahal di menu yang saya makan tak ada yang berbau oncom sama sekali. Oncom juga tidak ada di menu yang dijual oleh si ibu warung. Entahlah, tiba-tiba saja saya seperti tersedot ke ingatan masa silam ketika saya masih kecil usianya.

Tutug Oncom dan Masa Kecil

Tutug oncom adalah makanan favorit saya ketika masih belia. Rasa-rasanya makan tutug oncom adalah hal istimewa waktu itu. Ibu saya sangat lihai membuatnya dengan tangan gesitnya.

Oncom sebagai bahan membuat makanan favorit saya tersebut dibeli dari pedagang keliling yang bernama Mang Danu. Oncom yang dijual Mang Danu berasal dari hasil produksi i sebuah daerah bernama Pasir Reungit (nama daerah yang lucu, jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti Bukit Nyamuk). Mang Danu menjual oncomnya dengan dipikul menggunakan rak bambu. Ada beberapa "grade" untuk oncom yang dijualnya. Oncom yang berkualitas paling bagus tentu saja tidak mampu dibeli oleh ibu saya. Ibu saya berujar "itu untuk orang kaya". Walhasil, ibu hanya bisa membeli oncom yang biasa saja.

Ibu membakar oncom tersebut di atas bara api di hawu (tungku yang terbuat dari tumpukan bata merah yang dilapis adukan pasir dan semen alakadarnya). Wangi arang dari kayu bakar benar-benar khas, tidak akan pernah bisa digantikan oleh apapun termasuk kompor minyak, kompor listrik ataupun kompor gas. Oncom yang terbakar akan berubah warna menjadi merah kehitaman.

Oncom yang telah matang dicampur dengan nasi. Tutug oncom akan terasa sangat nikmat jika nasi yang digunakan baru saja tanak, diangkat dari kukusan dan diakeul (dibolak-balik menggunakan centong kayu dialasi dulang dan dikipasi dengan kipas bambu/hihid). Oncom yang telah matang dihancurkan dan dicampur dengan sekepal nasi. Ibu saya menambahkan sedikit garam untuk menambah rasa gurih. Nasi dan oncom dicampur dengan meremasnya dalam kepalan tangan menggunakan daun pisang atau plastik.

Saya biasa menyantap makanan murah meriah ini sebelum berangkat sekolah. Entah kenapa saya lebih bersemangat sarapan dengan tutug oncom dibandingkan dengan penganan lain, sekalipun dengan daging ayam atau pun telur goreng yang kala itu merupakan makanan mewah.

Tak ada yang istimewa sebenarnya dengan menu makanan yang satu ini, tapi dari menu ini saya diajarkan kesederhanaan oleh ibu saya. Bagaimana tidak, ketika teman-teman saya bangga bisa makan dengan segala yang digoreng, ibu membuat saya bangga dengan tutug oncomnya yang dibuat dengan dibakar. Jika oncom tidak ada, ibu saya bisa mengganti oncom dengan opak. Anda pasti belum pernah mencoba tutug opak bukan? saya sangat sering dibuatkan oleh ibu saya.

Itu hanya bagian kecil dari ajaran kesederhanaan dari ibu saya. Dan hari ini saya kangen akan ajaran-ajaran dari ibu saya. Saya ingin mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkannya.

Aku mencintaimu, Bu. Terima kasih atas nilai kehidupan yang kau ajarkan.

Sunday, February 6, 2011

Seusai Hujan


Entah kenapa sedari kecil aku suka suasana seusai hujan, terutama jika hujan di kala petang. aroma tanah yang semula kering, kemudian tersiram air hujan sangatlah wangi. Kemudian tetesan airnya tertinggal di celah dahan, ranting, daun atau kuntum bunga. Apalagi jika kemudian matahari senja masih menampakkan cahayanya menimpa tetesan sisa air hujan tadi.

Terakhir kalinya aku menyaksikan pemandangan --yang menurutku-- menakjubkan tersebut adalah ketika berjalan sendirian mengitari Kebun Raya Bogor tahun 2004 silam. Mencari suasana seperti itu tidaklah mudah di sini, apalagi dengan jadual kerja yang padat seperti sekarang. Pemandangan sekitarku pun tidak memungkinkan untuk mendapatkannya (pandangan mata hanya terbentur pada tembok dan genting)

(obsesi: sesekali aku ingin berada di tengah pelataran luas, dikelilingi pohon dengan daun menghijau menikmati hujan di kala senja)

Filosofi Kopi


Kopi…Kopi…

Sudah ribuan kali aku mengeja sembari memandangi serbuk hitam itu. Memikirkan kira-kira sihir apa yang dimilikinya hingga ada satu manusia yang begitu tergila-gila : Ben…

Ben pergi berkeliling dunia, mencari koresponden dimana-mana demi mendapatkan kopi-kopi terbaik dari seluruh negeri. Dia berkonsultasi dengan pakar-pakar peramu kopi dari Roma, Paris, Amsterdam, London, New York bahkan Moskow.

Ben, dengan kemampuan berbahasa pas-pasan, mengemis-ngemis, agar bisa menyelusup masuk dapur, menyelinap ke bar saji, menggorek-gorek rahasia ramuan kopi dari barista-barista kaliber kakap demi mengetahui takaran paling pas untuk membuat cafe late, cappucino espresso dan sebagainya. Sampai tiba saatnya Ben siap membuka kedai kopinya sendiri. Kedai Kopi Idealis.

Setahun yang lalu aku resmi menjadi partner kerjanya. Berdasarkan asas saling percaya antar sahabat ditambah kenekatan berspekulasi, kuserahkan seluruh tabunganku menjadi saham di kedainya. Selain modal dalam bentuk uang dan ilmu administrasi aku tak tahu apa-apa tentang kopi. Itu menjadi modal Ben sepenuhnya.

Sekarang boleh dibilang Ben termasuk salah satu peramu kopi atau barista terhandal di Jakarta, dan ia menikmati setiap detik kariernya. Di kedai kami ini, Ben tidak mengambil tempat di pojok melainkan dalam sebuah ruangan yang terletak di tengah-tengah sehingga pengunjung bisa menonton aksinya membuat kopi. Dengan seleksi kopi yang kami miliki, kebanyakan pelanggan kedai memang penggemar kopi sejati yang tak henti-hentinya mengagumi daftar menu kami. Dalam daftar minuman ditambahkan deskripsi singkat mengenai filosofi kopi setiap ramuan. Kedai kopi kami bernama :

FILOSOFI KOPI (Temukan Diri Anda di Sini)

“Itu yang membuat saya mencintai minuman ini. Kopi itu sangat berkarakter.” ujar Ben

Cappucino > Ini untuk orang yang menyukai kelembutan sekaligus keindahan, ini adalah kopi paling genit.

Kopi Tubruk > Lugu, sederhana tapi sangat memikat kalau kita mengenalnya lebih dalam, kopi ini tidak peduli penampilan, kasar, tak perlu skill untuk membuatnya tapi tunggu sampai kita mencium aromanya.

Kini, bukan para kopi mania saja yang datang bahkan mereka yang tidak suka kopi sama sekali pun ada yang berkunjung.

Tak sampai di situ Ben juga membuat kartu kecil yang dibagikan kepada setiap orang sehabis berkunjung. Kartu itu bertuliskan : ” KOPI YANG ANDA MINUM HARI INI…” dan keterangan filosofinya.

Malam itu Ben mengungkapkannya padaku, saat kami menghirup kopi panas pertama kami.

“Jodi, hari ini aku mendapat tantangan besar.”

Aku yang sedang sibuk berhitung dengan mesin hitung hanya tergerak untuk mengangkat alis. “Oh, ya? Tantangan apa?”
Dia mulai bercerita. Sore tadi dia kedatangan seorang pengunjung, pria parlente berusia 30 tahun-an. Melangkah mantap masuk ke kedai dengan mimik yang hanya bisa di tandingi pemenang undian satu milyar. Wajah penuh kemenangan. Mungkin saja benar dia baru dapat satu miliar, karena tanpa ujung pangkal dia mentraktir semua orang yang duduk kedai kopi.

Di hadapan mereka, ia bertanya pada Ben tepatnya mengumumkan keras-keras : “Di kedai ini, ada tidak kopi yng punya arti : Kesuksesan adalah wujud kesempurnaan hidup! Ada tidak? Kalau ada saya pesan satu cangkir besar.”

Ben menjawab sopan “Silahkan lihat saja di daftar barangkali ada yang cocok.”

Pria itu menggeleng “Barusan sudah saya baca. Tidak ada yang artinya itu.”

“Yang mendekati mungkin?”

Ucapan Ben justru memancing tawanya “Maaf, tapi dalam hidup saya tidak ada istilah mendekati. Saya ingin kopi yang rasanya sempurna, tidak bercacat.”

“Berarti Anda belum bisa pasang slogan seperti itu di depan. Saya kemari karena ingin menemukan gambaran diri…” Selanjutnya dia bercerita panjang lebar mengenai kesuksesan hidupnyasebagai pemilik perusahaan importir mobil, istrinya seorang artis cantik yang sedang di puncak karier dan di usianya yang masih dibawah 40 tahun dia sudah menjadi pembisnis paling berpengaruh.

Kepalaku terasa pening. Entah karena tonjokan kafein atau cerita sukses itu. Ben lanjut bercerita. ia di tantang pria itu untuk membuat kopi dengan rasa sesempurna mungkin. “Kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking takjubnya dan cuma bisa berkata: hidup ini sempurna”. Dan ia menawarkan imbalan sebesar 50 juta

“Dan aku menerima tantangan itu”

“Sebantar ini bukan taruhan kan?” kataku

“Bukan. Kalau ternyata aku mampu aku akan dapat uang jika tidak ya sudah. Tanpa resiko.”

Belakangan aku tahu maksudnya. Tak ada lagi bincang-bincang malam hari seperti yang biasa kami lakukan. Pemandanganku setiap malam kini berganti menjadi Ben dikelilingi gelas-gelas, timbangan, sendok takar dan aneka benda yang rasanya lebih cocok ada di laboratorium kimia daripada di kedai kopi. Sahabatku bermutasi menjadi versi lain dari dokter Frankenstein. The mad barista.

Minggu-minggu berlalu sudah. Pagi sekali Ben menelepon penantangnya. Tepat pukul empat sore, orang itu datang lengkap bersama pasangannya. Siapapun akan mau bertukar nasib dengannya. Dari langkah pertama ia masuk kedai auranya menyiarkan kesuksesan, kekayaan dan pasangannya itu.

Disaksikan semua pelanggan yang sengaja kami undang. Ben menyuguhkan secangkir Ben’s Perfecto pertamanya dengan raut tegang. Pria itu menyeruput, menahan napas kemudian menghembuskan perlahan dan berkata “Hidup ini Sempurna”

Kedai mungil kami gegap gempita. Semua orang bersorak. Pria itu mengeluarkan selembar cek “Selamat kopi ini perfect sempurna” dan sebagai gantinya Ben memberikan kartu filosofi kopi yang bertuliskan:

KOPI YANG ANDA MINUM HARI INI
BEN’s PERFECTO

Artinya :

Sukses adalah Wujud Kesempurnaan Hidup

———————————————————————————

Esok harinya ada first timer, dia baru pertama kali datang ke kedai kami. Dengan ekstra ramah aku langsung menyambutnya. “Selamat pagi, Pak”

“Selamat pagi, bisa pesan kopi satu Dik?”

“Jelas bisa, Pak. Namanya saja kedai kopi”

“Silahkan mau pesan yang mana pak?”

“Ah yang mana saja terserah. Pilihkan saja yang enak”

Dengan cepat aku berseru pada Ben “Ben’s Perfecto satu!”

“Nah ini bukan sekedar enak, pak…tapi ini yang pualing enak! Nomor satu di dunia. bapak suka minum kopi?”

“Kopi ibarat jamu sehatku setiap hari. Aku tahu mana kopi yang enak dan mana yang tidak.”

Setelah minum seteguk bapak itu kembali membuka halaman korannya.

Ben bertanya dengan antusias ” Bagaimana kopinya pak?”

“Lumayan…”

“Lumayan bagaimana? Yang barusan bapak minum itu kopi yang paling enak di dunia.”

“Yang bener toh mas? masa iya?….Aku bercanda koq dik.kopinya uenak, uenak tenan”

“Memang bapak pernah coba yang lebih enak dari ini?”

“Tapi ndak jauhlah dengan yang adik bikin. Bedanya dikit sekali.”

“Dimana?”

“Wah, jauh temptnya, Dik.”

Tak lama kemudian, Ben menghampiriku. “Jo, tengah hari kita tutup. Temani aku pergi ke suatu tempat. Bawa perlengkapan untuk beberapa hari.”

Siapa yg menyangka sisa hariku akan dihabiskan menyusuri jalan menuju pedesaan di jawa tengah. Di belokan kami berhenti untuk bertanya pada seorang perempuan yang melintas.

“Oh, barngkali yang sampean maksud itu warungnya Pak Seno?”

“Pokoknya disana ada kopi yang enak sekali” jelas Ben

“Jenenge kopi tiwus mas…iki lho, aku juga baru bawa dari sana.” Ia menunjukan isi bakul yang dipanggulnya. Biji kopi yang sudah kering terpanggang.

“Maaf mbak, saya ambil sedikit ya..” seraya memeberikan selembar lima ribuan. Perempuan itu tampak melongo, dari kejauhan kami mendengar ia berteriak “Mas…..limang ewu iki entuk sak bakuuuul!”

Tepat di penghujung jalan, sebuah warung reot dari gubuk berdiri di atas bukit kecil, ternaungi pepohonan besar. Di halamannya terdapat tampi-tampi berisi kopi yang baru dipetik. Di sekitar gubuk itu terdapat tanaman perdu dengan bunga-bunga putih yang semarak bermunculan di sana-sini. Aku baru tersadar seluruh bukit kecil itu ditanami tanaman kopi.

“Tidak mungki….tempat dengan ketinggian seperti ini bukan tempat yang ideal di tanami kopi. Dan lihat, mana ada petani kopi yang menanam dengan kuantitas sekecil ini.”

di dalam warung seorang bapak tua menyambut kami dengan senyuman ramahnya. “Dari kota ya mas?” Aku mengangguk, “Dari Jakarta, Pak.” Ben langsung duduk di bangku panjang yang tersedia mukanya masih ruwet “Kopi Tiwusnya dua.”

“Jarang-jarang ada orang Jakarta yang kemari. Paling-paling dari kota-kota kecil dekat sini,”

“Bapak ini Pak Seno ya?”tanyaku

“Iya, koq bisa tahu toh?”

“Bapak ini terkenal sampai ke Jakarta.”

“Walah mana mungkin! Gorengannya sekalian di coba mas, monggo…”

Aku menyomot satu pisang goreng. Masih ada berapa lagi piring-piring berisi gorengan beraneka macam. Ben tak banyak bicara. Ia cuma memandangi gelas didepannya, seolah menunggu benda itu bicara padanya.

“Satu gelas berapa Pak?”

“Kalau gorengannya 50 perak satu. Tapi kalau kopinya sih, ya berapa saja terserah situ.”

“Kenapa begitu, Pak?” tiba-tiba Ben bersuara.

“Habis bapak punya banyaaaak sekali. Kalau memang mau dijual biasanya langsung satu bakul. Kalau dibikin minuman begini, cuma-cuma juga ndak papa. Tapi, orang-orang yang kemari biasanya tetap saja mau bayar. Ada yang kasih 150, 200, 100 perak… ya berapa sajalah.”

Ternyata Ben sudah duluan menengguk. Sejenak aku terpaku, menunggu reaksi yang muncul. Ben cuma membisu. Hanya matanya diliputi misteri. Perlahan aku ikut menenggaknya. Dan….

Kami berdua tak bersua. Teguk demi teguk berlalu dalam keheningan. Baik aku maupun Ben tidak apa-apa hanya membiarkan saja gelas-gelas kami diisi lagi.

“Banyak sekali orang yang doyan kopi tiwus ini. Bapak sendiri ndak ngerti kenapa. Ada yang bilang bikin seger, bikin tentrem, bikin sabar, bikin tenang, bikin kangen…hahahaha!macem-macem! Padahal kata bapak sih biasa saja rasanya. Barangkali memang kopinya ajaib. Bapak ndak pernah ngutak ngatik, tapi berbuah terus. Dari pertama kali tinggal disini, kopi itu sudah ada. Kalau ‘tiwus’ itu dari nama almarhum anak gadis bapak. Waktu kecil dulu, tiap dia liat bunga kopi disini dia suka ngomong ‘tiwus-tiwus’.” dengan asik pak Seno mendongeng. Tiba-tiba Ben menghambur keluar. Aku tak menahannya. Kubiarkan dia duduk sendirian di bawah pohon besar di luar sana.

Matahari sudah menyala jingga. Aku menghampiri Ben. “Apa lagi yang kamu cari? Kita pulang sajalah.”

“Aku kalah,” desisnya lesu.

“Kalah dari apa? Tidak ada kompetisi disini.”

“Berikan cek ini pada Pak Seno.”

Mataku siap meloncat keluar ketika tahu apa yang ia sodorkan “Kamu sudah gila. Tidak bisa!”

“Jo, kamu sendiri sudh mencob rasa kopi tadi. Apa itu tidak cukup menjelaskan? Kamu tidak sadar…Aku sudh diperalat oleh seseorang yang merasa punya segala-galanya, menjebakku dalam tantangan bodoh yang cuma jadi pemuas egonya saja dan aku sendiri terperngkap dalam kesempurnaan palsu, artifisial! Aku malu pada diriku sendiri, pada semua orang yang kujejali dengan kegombalan Ben’s Perfecto.”

“Dan kamu tahu apa kehebatan kopi tiwus itu?” katanya lagi. “Pak Seno bilang, kopi itu mampu menghasilkan reksi bermacam-macam. Dan dia benar. Kopi tiwus telah membuatku sadar, bahwa aku ini barista terburuk. Bukan cuma sok tahu, mencoba membuat filosofi dari kopi lalu memperdagangkannya, tapi yang paling parah, aku sudah merasa membuat kopi paling sempurna di dunia. Bodoh…bodoh…”

——————————————————————————————

Sesampainya di Jakarta. Ben duduk sendirian, tak bereaksi apa-apa sekalipun telah mendengarku masuk dari tadi. Dari dapur aku keluar dan menyuguhkannya secangkir kopi.

“Tidak terima kasih,” gumamnya. “Jangan begitu. Kapan lagi ku yang cuma tahu menyeduh kopi sachet ini nekat membikinkan kopi segar untuk seorang barista?” kelakarku.

Ben menyunggingkan senyum kecil, lalu mencicipi sedikit kopi buatanku. Seketika air mukanya berubah. “Apa maksudnya ini?”Ben setengah menghardik. Aku tak menjawab hanya memberikan kartu.

KOPI YANG ANDA MINUM HARI INI:
‘KOPI TIWUS’

Artinya:

Walau tak ada yang sempurna,Hidup ini indah begini adanya.

“Pak Seno titip salam. Dia juga titip pesan, kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan. Dan disanalah kehebatan kopi tiwus, memberikan sisi pahit yg membuatmu melangkah mundur dan berfikir. Bahkan aku juga telah diberinya pelajaran, bahwa uang puluhan juta sekalipun tidak akan membeli semua yang sudah kita lewati. Kesempurnaan itu memang palsu. Ben’s perfecto tidak lebih dari sekedar ramuan kopi enak.”

—————–

Ratusan kilometer dari Jakarta………

“Mbok mau ana sing njupuk kopi tiwus terus aku dijoli iki…” Pak Seno berkata pada istrinya dan menunjukan selembar kertas bertuliskan angka-angka.

“Iki opo, Mas?” istrinya garuk-garuk tak mengerti.

“Aku yo ora ngerti…”

” Ya wis, Mas. Disimpen wae. Dienggo kenang-kenangan toh…”

Pak Seno manggut-manggut lalu menyimpan kertas itu di bawah tumpukan baju dalam lemari pakaiannya.