
Sore tadi saya kembali menemukan sebuah jiwa penuh amarah pada seorang pemimpin. Luapan emosinya terlihat dari deretan kata dan tanda seru pada pesan singkat di telepon genggam. Tak tanggung-tanggung ada 3 tanda seru di akhir kalimat.
Kenapa ya banyak orang menanggap kemarahan bisa menyelesaikan masalah? kemudian membahas kesalahan sampai berlarut-larut (bahasa sunda : Neuteuli). Apa tidak melelahkan membuang energi dengan membuat jiwa menjadi tidak tenang, tekanan darah meninggi, otot tegang, kening berkerut, alis bertaut....dan yang terpenting, apakah kemarahan menyelesaikan masalah?
Saya termasuk orang yang tidak nyaman menyelesaikan masalah dengan kemarahan. Bagi saya, kemarahan menguras energi, mengotori jiwa, dan kita menjadi pihak yang kalah karena tak mampu mengendalikan nafsu angkara murka. Jika menemukan sesuatu yang salah, lebih baik saya telusuri akar masalahnya dan berikan solusinya. Saya tidak suka dengan pertanyaan, "kenapa ini bisa terjadi?"yang dikatakan berulang-ulang. saya lebih suka pertanyaan, "setelah ini terjadi, apa yang harus dilakukan?"
tetaplah jadi jiwa yang berpikir tentang solusi, Soen. jangan ikuti mereka yang berkawan akrab dengan angkara.
begitupun yg sya rasakan. tapi berbanding terbalik yg pasangan sya miliki dari sifatnya.
ReplyDeleteBenar tuh, saya sendiri termasuk orang yang "neuteuli" dan cepat marah. Saya sendiri ingin lepas dari sifat tersebut.
ReplyDelete