Monday, February 7, 2011

Lari dan Berjalan


Barusan saya berjalan sangat cepat, mengikuti langkah orang yang memberikan pelangi di hari-hari saya akhir-akhir ini.

Di masa kecil, saya ingin sekali berlari dalam jarak yang jauh karena saya yakin saya bisa.Saya ingin sekali bisa ikut dengan teman-teman sekolah lari pagi tiap hari Minggu menyusuri jalan raya sampai ke desa tetangga yang jaraknya 2-3 km dari desa dimana saya tinggal. Namun, ibu saya selalu melarang setiap kali saya minta izin kepadanya untuk ikut bersama teman-teman.Beliau khawatir akan terjadi kecelakaan, ada sopir ngantuk sehingga bisa saja ketika saya berlari, saya terserempet kendaraan.Kadang saya iri terhadap teman-teman saya yang bisa menghirup udara pagi dengan bebas sambil bercucuran keringat. Hanya sekali saya pernah ikut lari pagi, itu pun tanpa sepengetahuan ibu saya, yaitu ketika saya menginap di rumah bibi saya. Pagi harinya, saya diajak sepupu perempuan saya lari pagi dengan jarak 2 km. Alangkah senangnya saya.

Menjelang kelas 5 SD, ketika orang tua saya pindah rumah, saya mulai belajar bandel. Berpetualang di alam bebas bersama teman-teman di lingkungan yang baru. Saya jadi terbiasa berlari di kebun orang, memanjat pohon, mengejar layangan putus, terjun bebas dari bukit ke sungai yang ada di bawahnya. Otot saya jadi terlatih untuk menghadapi berbagai medan.Tiap bulan Agustus saya ikut Persami, berkemah bersama teman-teman sekolah dalam kegiatan kepramukaan.

Namun semuanya tidak berlangsung lama, kelas 6 SD saya kembali pindah rumah mengikuti orang tua saya yang dipercaya menjadi penjaga gedung sarang burung walet. Di rumah tersebut, segala aktivitas saya seolah terbelenggu. Ibu dan Ayah saya selalu mengawasi saya dan meminta saya untuk tidak bepergian kemana-mana. Benteng gedung tersebut sangat tinggi, yakni sekitar 4 meter. Maka saya tidak bisa melompatinya. Walhasil, saya seharian berkutat dengan buku-buku pelajaran dan buku-buku lain peninggalan kedua kakak saya. Saya jadi seorang yang kutu buku, melahap segala buku cerita yang dibawakan kakak saya dari perpustakaan sekolahnya. Petualangan di alam bebas hanya bisa saya nikmati melalui serial silat Wiro Sableng yang kala itu populer.

Berlari dalam jarak jauh baru saya alami lagi ketika saya duduk di bangku SMA. Waktu itu kondisi negeri ini sedang carut marut. Ketika pulang sekolah, saya terjebak di jalan raya di tengah orang-orang yang sedang kalap demo besar-besaran yang cenderung anarkis. Akibatnya saya berlari sekencang-kencangnya untuk menghindari kelompok orang tersebut. Tak tanggung-tanggung, saya berlari hampir 4 km karena menunggu angkutan umum seolah menunggu tumbuhnya bulu di kulit ular. Setelah 4 km barulah datang sopir truk yang berbaik hati mengangkut saya dan beberapa orang yang lain. (Kali ini, kekhawatiran ibu saya tidak terbukti. Ketika saya berlari menyusuri jalan raya, saya bukan terserempet mobil, malah diselamatkan sopir truk).

Memasuki kuliah, seingat saya, saya hanya berlari jarak jauh ketika masa orientasi kampus di tengah bentakan senior. Yang paling sering saya lakukan adalah berjalan jarak jauh, karena jarak kampus dari pintu gerbang hampir 1 km, kemudian naik ke lantai 5 melalui tangga (belum ada lift waktu itu). Saya juga terbiasa berjalan ke kandang tempat kami, mahasiswa peternakan, mengikuti praktikum. Karena aktivitas ini, kami menjuluki kampus kami sendiri sebagai IPB (Institut Pembesaran Betis).

Rekor perjalanan terjauh yang saya alami adalah ketika saya mengikuti long march sewaktu unjuk keprihatinan atas penindasan Israel terhadap Palestina sekitar tahun 2000. Alas sepatu saya benar-benar habis waktu itu terkikis panasnya aspal jalanan Jakarta.

Sejak bekerja di ritel, kaki saya terbiasa berdiri dan berjalan berkeliling. Dan di sinilah masalahnya, jika dulu saya berjalan jauh sambil menghirup udara bebas dan terbuka, di tempat kerja saya berjalan di area yang tertutup dan menjemukan. Udara dingin yang saya hirup bukan berasal dari liukan angin dari sela-sela pepohonan, melainkan hembusan angin dari AC yang teratur frekuensinya.

Dulu, saya tidak merasakan pegal di kaki sekalipun berjalan jarak jauh. Sekarang, hampir sebulan sekali saya minta tukang urut untuk melemaskan otot-otot kaki saya. Saya menjadi terlalu manja sekarang. Dan saya iri dengan mereka yang bisa berlari dan berjalan jarak jauh di alam terbuka.

Obsesi : ubah pola hidupmu, Soen. Keluar dari area nyaman mu. Kuatkan otot kakimu. Cayyyoooo!

film yang menginspirasi saya: Children of Heaven (obsesi sang Kakak yang ingin menjadi juara 2 agar bisa mendapat hadiah sepatu) dan Forrest Gump (adegan yang paling inspiratif " Run Forrest! Run!"

No comments:

Post a Comment