
Obrolan kami terpotong dengan selesainya transaksi temannya. Sang bule mengucapkan terima kasih terlebih dulu (kecolongan nih, biasanya saya yang duluan mengucapkannya). Dan tanpa diduga dia mengajak saya salaman, dan ---inilah yang membuat saya kaget sekaligus takjub--- dia mendaratkan tangan saya ke keningnya. Saya terdiam mematung sekaligus canggung. Inilah pertama kalinya tangan saya dicium penuh hormat oleh customer saya, bule pula.
Sedari saya kecil, tradisi cium tangan adalah dilakukan oleh orang yang usianya muda kepada yang lebih tua. Cium tangan kepada kedua orang tua saya adalah kebiasaan saya juga setiap saya akan berangkat meninggalkan rumah atau pulang dari bepergian. Cium tangan juga dilakukan jika bertemu kerabat saya yang usianya lebih tua. Di luar itu, saya hanya mencium tangan guru atau orang yang baru dikenal dengan catatan usianya jauh lebih tua dari saya.Kalaupun ada orang tua mencium tangan orang yang lebih muda, biasanya dilakukan untuk penghormatan kepada penguasa (presiden, gubernur, bupati, camat, lurah dan semacamnya). Maka di benak saya, cium tangan adalah sebuah bentuk penghormatan.
Maka, dengan diciumnya tangan saya oleh sang bule tadi, saya dibuat takjub. Kami baru beberapa menit bertemu. Saya tidak tahu nama dia siapa (walau mungkin dia tahu nama saya dari name tag/ID card yang saya kenakan). Dia juga baru setahun di negeri ini. Entahlah, apakah di negerinya hal tersebut biasa dilakukan atau dia mengaplikasikan budaya cium tangan di negeri ini namun tidak membedakan usia. Yang jelas, saya benar-benar tersanjung. Di saat budaya tersebut mulai memudar dan jarang saya lihat (saya jarang menyaksikan adegan tersebut dilakukan remaja atau orang dewasa selain kepada keluarga), orang asing ini justru menunjukkan tata krama yang begitu indah.
No comments:
Post a Comment