Thursday, March 24, 2011

Setia


Dalam hidup saya, kesetiaan adalah hal yang sangat diagungkan. Saya berguru pada kehidupan orang tua sampai generasi sebelumnya (kakek nenek saya). Dalam kehidupan rumah tangga, tak jarang ada kesalahpahaman, namun meskipun orang tua saya pernah bertengkar hebat, tapi tidak sampai melunturkan kesetiaan mereka satu sama lain.

Kakek dari ibu saya, ketika didahului nenek saya menghadap Yang Kuasa, beliau tetap bertahan menyendiri sampai beberapa tahun kemudian beliau menyusul kepergian nenek. Makam beliau berdua dibuat berdampingan.

Ketika saya menetapkan hati pada satu orang yang saya sukai, saya berusaha fokus memberikan kasih sayang saya terhadap orang tersebut, terlebih jika kami sudah berkomitmen menjalin hubungan. Bahkan lebih jauhnya, hubungan saya dengan orang lain kadang kala menjadi tidak terlalu erat seperti biasanya. Saya tidak tahu apakah itu baik atau buruk. Tapi dalam pikiran saya, jika saya mencintai seseorang, saya harus mencurahkan perhatian dan kasih sayang terhadap orang tersebut. Kami bisa menikmati saat-saat indah bersama tanpa harus memikirkan orang lain. Cara berpikir saya ini menurut beberapa orang membuat saya menjadi lebih posesif dan cenderung autis. Saya menjadi orang yang asyik dengan kehidupan cinta saya dan lupa segalanya (termasuk mungkin teman saya sendiri). Parahnya saya menjadi pencemburu jika pasangan saya tidak sepemikiran dengan saya.

Kenapa saya menjadi begitu cemburu dan posesif? Pengalaman yang menunjukkan demikian. Saya pernah (dan hal ini berulangkali) menyayangi seseorang dengan segenap kepercayaan yang saya berikan. Saya tidak pernah menanyakan kemana saja dia pergi seharian. Saya tidak pernah cek hand phone nya. Ketika dia mendapat telepon atau sms, saya tidak pernah bertanya dari siapa, pun saya tidak pernah berani cek hand phone nya. Ketika pergi ke warnet bersama, saya tidak pernah bertanya dia sedang FB-an atau chatting dengan siapa. Saya percaya bahwa dia juga setia sama seperti saya yang menjaga kesetiaan untuknya.

Namun apa hasilnya? setelah selanjutnya hubungan kami merenggang, saya mendapatkan bukti nyata bahwa dibalik segala kepercayaan yang saya berikan, di belakang saya dia mengkhianati kesetiaan saya. Tak tanggung-tanggung, dia pun pernah berkhianat dengan teman saya yang sudah saya anggap adik saya sendiri.

Belajar dari pengalaman saya tersebut, saya tidak begitu mudah dapat mempercayai orang lain. Saya cukup kenyang trauma dengan pengalaman saya tadi. Untuk itu, komunikasi menjadi sangat penting bagi saya. karena ternyata, kesempatan sedikit saja dapat membuat seseorang dengan mudah memalingkan hati.

Lalu sampai kapan saya selalu menjunjung kesetiaan saya? saya tidak tahu, karena hal itu adalah prinsip saya, meskipun pada akhirnya saya sering dikhianati.

No comments:

Post a Comment