Seiring kesadaran manusia modern akan keseimbangan alam, beberapa tahun terakhir ini munculah gerakan "Go Green, Stop Global Warning" (saya sempat tersenyum ketika melihat sebuah billboard, gerakan ini di Bandung diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda "Hayu Hejo"). Maka menjamurlah produk-produk yang diklaim sebagai produk ramah lingkungan. Kantong plastik mulai dikurangi penggunaannya dan dibuatlah kantong yang dibuat dari bahan serat yang bisa dipergunakan kembali dan akan dengan mudah diurai jika dibuang ke alam.
Bike to Work
Gerakan ini pun membawa trend tersendiri dalam gaya hidup masyarakat urban. Lahirlah gerakan "bike to work", bersepeda ke tempat kerja. Selain untuk mengurangi polusi udara akibat asap kendaraan bermotor, gerakan ini juga menyadarkan kita untuk berolah raga alami (membakar kalori dengan berinteraksi dengan alam). Bahkan khusus di akhir pekan, banyak ruas jalan yang ditutup untuk kendaraan bermotor (Car Free Day), memberi kesempatan para pejalan kaki dan pengguna sepeda untuk menghirup udara pagi.
Sayangnya, niat hati ingin hidup sehat, namun ternyata tak didukung oleh kesadaran masyarakat lainnya. Lihatlah para pesepeda ini, ketika mereka mengayuh sepedanya menuju tempat kerja, bukan udara segar yang didapat, namun asap knalpot yang mengepul dari bus kota yang bikin sesak nafas. Belum lagi bahaya diserempet karena sopir bus kota yang ugal-ugalan mengejar setoran. Maka tempat paling aman untuk bersepeda adalah di area Car Free Day tadi atau keliling komplek perumahan yang sepi.
Saya dan Sepeda
Saya tidak pernah memiliki sepeda, tapi ayah saya pernah punya. Ia mendapatkannya ketika menjabat kepala dusun di desa. Ia suka membawa serta saya ke sawah. Saya suka sekali dibonceng di belakangnya sambil memeluk pinggangnya. Namun peangalaman indah itu tak berlangsung lama. Setelah masa jabatannya berakhir, sepeda tersebut dikembalikan ke desa.
Saya belajar naik sepeda dengan meminjam sepeda sepupu jauh saya, itu pun jika ia sudah kelelahan seharian main sepeda. Para tetangga mengajari saya main jangkungan (engrang) terlebih dahulu. Katanya saya harus belajar menjaga keseimbangan terlebih dahulu untuk belajar naik sepeda. Setelah jago naik jangkungan, maka saya mulai belajar naik sepeda. Bukan hal mudah, berkali-kali saya terjatuh karena oleng. Lutut saya memar ketika terjatuh. Namun karena keinginan untuk bisa menaklukannya, saya tak patah semangat dan terus mencoba. Akhirnya saya bisa mengendarainya. Melalui jalanan desa yang berbatu tubuh saya terguncang mengayuh sepeda kecil tersebut.
Sepeda dan Filosopi
Berdasarkan pengalaman kecil saya,maka saya dibuat terpaku oleh selembar brosur yang saya dapat ketika mengunjungi sebuah pameran kemarin. Stand pameran tersebut memang menyedikan berbagai perlengkapan untuk bersepeda. Di brosurnya ada kutipan kata-kata bijak, "Life is like riding a bicycle - in order to keep your bal

Begitupun hidup saya, saya harus tetap maju, menjalaninya, memperbaiki diri. Hayo semangat Soen!
No comments:
Post a Comment