Monday, February 7, 2011

Tutug Oncom


Tiba-tiba saja saya teringat menu makanan ini ketika menikmati makan siang di sebuah warung pinggir jalan dekat tempat saya bekerja tadi siang. Padahal di menu yang saya makan tak ada yang berbau oncom sama sekali. Oncom juga tidak ada di menu yang dijual oleh si ibu warung. Entahlah, tiba-tiba saja saya seperti tersedot ke ingatan masa silam ketika saya masih kecil usianya.

Tutug Oncom dan Masa Kecil

Tutug oncom adalah makanan favorit saya ketika masih belia. Rasa-rasanya makan tutug oncom adalah hal istimewa waktu itu. Ibu saya sangat lihai membuatnya dengan tangan gesitnya.

Oncom sebagai bahan membuat makanan favorit saya tersebut dibeli dari pedagang keliling yang bernama Mang Danu. Oncom yang dijual Mang Danu berasal dari hasil produksi i sebuah daerah bernama Pasir Reungit (nama daerah yang lucu, jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti Bukit Nyamuk). Mang Danu menjual oncomnya dengan dipikul menggunakan rak bambu. Ada beberapa "grade" untuk oncom yang dijualnya. Oncom yang berkualitas paling bagus tentu saja tidak mampu dibeli oleh ibu saya. Ibu saya berujar "itu untuk orang kaya". Walhasil, ibu hanya bisa membeli oncom yang biasa saja.

Ibu membakar oncom tersebut di atas bara api di hawu (tungku yang terbuat dari tumpukan bata merah yang dilapis adukan pasir dan semen alakadarnya). Wangi arang dari kayu bakar benar-benar khas, tidak akan pernah bisa digantikan oleh apapun termasuk kompor minyak, kompor listrik ataupun kompor gas. Oncom yang terbakar akan berubah warna menjadi merah kehitaman.

Oncom yang telah matang dicampur dengan nasi. Tutug oncom akan terasa sangat nikmat jika nasi yang digunakan baru saja tanak, diangkat dari kukusan dan diakeul (dibolak-balik menggunakan centong kayu dialasi dulang dan dikipasi dengan kipas bambu/hihid). Oncom yang telah matang dihancurkan dan dicampur dengan sekepal nasi. Ibu saya menambahkan sedikit garam untuk menambah rasa gurih. Nasi dan oncom dicampur dengan meremasnya dalam kepalan tangan menggunakan daun pisang atau plastik.

Saya biasa menyantap makanan murah meriah ini sebelum berangkat sekolah. Entah kenapa saya lebih bersemangat sarapan dengan tutug oncom dibandingkan dengan penganan lain, sekalipun dengan daging ayam atau pun telur goreng yang kala itu merupakan makanan mewah.

Tak ada yang istimewa sebenarnya dengan menu makanan yang satu ini, tapi dari menu ini saya diajarkan kesederhanaan oleh ibu saya. Bagaimana tidak, ketika teman-teman saya bangga bisa makan dengan segala yang digoreng, ibu membuat saya bangga dengan tutug oncomnya yang dibuat dengan dibakar. Jika oncom tidak ada, ibu saya bisa mengganti oncom dengan opak. Anda pasti belum pernah mencoba tutug opak bukan? saya sangat sering dibuatkan oleh ibu saya.

Itu hanya bagian kecil dari ajaran kesederhanaan dari ibu saya. Dan hari ini saya kangen akan ajaran-ajaran dari ibu saya. Saya ingin mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkannya.

Aku mencintaimu, Bu. Terima kasih atas nilai kehidupan yang kau ajarkan.

No comments:

Post a Comment