
Meskipun kita pernah sepakat betanya "Mengapa mesti ada permintaan maaf?" toh ada kalanya kita tak bisa berkuasa atas diri kita karena sejuta persoalan mencengkeram pundak. Ada kalanya kita tak bisa menghindar menyakiti orang lain karena hidup yang terbatas. (Kita tak pernah tahu pasti mengapa. Itulah barangkali sebabnya kita tak pernah bermaafan). Tapi, kuingat serangkai kata yang lahir dalam perjalanan-perjalanan malamku :
Maaf, meski seperti sia-sia
Seringkali jadi segelas coca-cola dingin kesukaanmu,
jadi sebait puisi penghantar tidur,
jadi bendera perdamaian di tengah perang,
jadi gerimis rintik di tengah kemarau.
Maaf sering juga jadi awal dari kehangatan
setelah hidup yang begitu dingin mendekam lama.

Karena itulah (serangkaian kata yang suka bolak-balik melintas di kepala), aku coba minta maaf padamu untuk semua yang tak kumengerti, untuk semua kepahitan dan kepedihanmu, untuk semua keasingan yang selama ini terenda di antara kita.
Meski besar kemungkinan semua terulang lagi dan maaf tak akan begitu saja menghapusnya, barangkali dengan maaf, akan ada gerimis di tengah kemarau, suasana damai setelah sekian lama kita saling menembakkan pandangan asing dan akan ada kehangatan yang dulu pernah terbina.
Lalu, kita bisa minum coca-cola dingin bersama lagi, menulis dan membaca puisi lagi, menghitung hidup dengan huruf, kata dan bait.
No comments:
Post a Comment