Thursday, May 19, 2011

Ketika Ia....., Maka Aku......

Ia bangkit berdiri
menghampiriku dengan senyum dikulum
memperkenalkan identitas
mengurai beragam kisah
menyelipkan impian dan harapan
dan aku tertawa


Ia bangkit berdiri
menggapaiku dan mengajakku
menyusuri jalan lengang
mengajariku bersikap dewasa
membimbing penuh semangat
dan aku terseyum

Ia bangkit berdiri
berpamitan dan beranjak pergi
menyisakan makna semangat, impian dan harapan
tanpa mungkin kembali lagi
dan aku termangu





Ia bangkit berdiri
dan aku berlari pergi
sadar diri

Hingga, aku....


Berlarilah berkejaran hingga,
memerah mukaku

Beralihlah tujuan hingga,
aku terkesima

Tuliskanlah kalimat hingga,
memar hatiku

Mekarlah kelopak bunga hingga,
sedu sedan mewarnai

Sambutlah perpisahan hingga,
gelisah menikam suasana

Kemaraukan gunung-gunung hingga,
pucuk-pucuk bersemi

Ulurkan kesaksian hingga,
dalam hampa ada angan

Berikan definisi hingga,
katalog luka sempurna

Bingkailah senyuman hingga,
tiada lagi warna

Pelangikan titik hujan hingga,
bait-bait menjadi semarak

Lemparkan pena-pena hingga,
hukum karma terbukti
mencemoohku dan raut mukaku



Saturday, May 14, 2011

Sepeda

Hayu Hejo

Seiring kesadaran manusia modern akan keseimbangan alam, beberapa tahun terakhir ini munculah gerakan "Go Green, Stop Global Warning" (saya sempat tersenyum ketika melihat sebuah billboard, gerakan ini di Bandung diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda "Hayu Hejo"). Maka menjamurlah produk-produk yang diklaim sebagai produk ramah lingkungan. Kantong plastik mulai dikurangi penggunaannya dan dibuatlah kantong yang dibuat dari bahan serat yang bisa dipergunakan kembali dan akan dengan mudah diurai jika dibuang ke alam.

Bike to Work

Gerakan ini pun membawa trend tersendiri dalam gaya hidup masyarakat urban. Lahirlah gerakan "bike to work", bersepeda ke tempat kerja. Selain untuk mengurangi polusi udara akibat asap kendaraan bermotor, gerakan ini juga menyadarkan kita untuk berolah raga alami (membakar kalori dengan berinteraksi dengan alam). Bahkan khusus di akhir pekan, banyak ruas jalan yang ditutup untuk kendaraan bermotor (Car Free Day), memberi kesempatan para pejalan kaki dan pengguna sepeda untuk menghirup udara pagi.

Sayangnya, niat hati ingin hidup sehat, namun ternyata tak didukung oleh kesadaran masyarakat lainnya. Lihatlah para pesepeda ini, ketika mereka mengayuh sepedanya menuju tempat kerja, bukan udara segar yang didapat, namun asap knalpot yang mengepul dari bus kota yang bikin sesak nafas. Belum lagi bahaya diserempet karena sopir bus kota yang ugal-ugalan mengejar setoran. Maka tempat paling aman untuk bersepeda adalah di area Car Free Day tadi atau keliling komplek perumahan yang sepi.

Saya dan Sepeda

Saya tidak pernah memiliki sepeda, tapi ayah saya pernah punya. Ia mendapatkannya ketika menjabat kepala dusun di desa. Ia suka membawa serta saya ke sawah. Saya suka sekali dibonceng di belakangnya sambil memeluk pinggangnya. Namun peangalaman indah itu tak berlangsung lama. Setelah masa jabatannya berakhir, sepeda tersebut dikembalikan ke desa.

Saya belajar naik sepeda dengan meminjam sepeda sepupu jauh saya, itu pun jika ia sudah kelelahan seharian main sepeda. Para tetangga mengajari saya main jangkungan (engrang) terlebih dahulu. Katanya saya harus belajar menjaga keseimbangan terlebih dahulu untuk belajar naik sepeda. Setelah jago naik jangkungan, maka saya mulai belajar naik sepeda. Bukan hal mudah, berkali-kali saya terjatuh karena oleng. Lutut saya memar ketika terjatuh. Namun karena keinginan untuk bisa menaklukannya, saya tak patah semangat dan terus mencoba. Akhirnya saya bisa mengendarainya. Melalui jalanan desa yang berbatu tubuh saya terguncang mengayuh sepeda kecil tersebut.

Sepeda dan Filosopi

Berdasarkan pengalaman kecil saya,maka saya dibuat terpaku oleh selembar brosur yang saya dapat ketika mengunjungi sebuah pameran kemarin. Stand pameran tersebut memang menyedikan berbagai perlengkapan untuk bersepeda. Di brosurnya ada kutipan kata-kata bijak, "Life is like riding a bicycle - in order to keep your balance, you must keep moving. (Albert Einstein / 1879 -1955)". Wowwww.....keren. Tepat sekali dengan apa yang saya alami ketika belajar naik sepeda dulu. Jika kita tidak mengayuh sepeda, sangat tidak mungkin kita bisa seimbang. Satu-satunya cara untuk mendapat keseimbangan tersebut, ya kita harus menggerakkan sepeda tersebut dengan mengayuhnya, mengendalikan stang dan mengendalikan posisi badan di atas sadel.

Begitupun hidup saya, saya harus tetap maju, menjalaninya, memperbaiki diri. Hayo semangat Soen!

Friday, May 13, 2011

Pets

Saya alumni Fakultas Peternakan, namun sampai hari-hari kemarin saya tak pernah memiliki hewan peliharaan selain cicak yang masuk ke kamar saya tanpa saya undang.


Entah karena alasan apa, tiba-tiba saja seminggu terakhir ini saya membeli aquarium yang saya isi dengan ikan dan udang. Saya juga memiliki 2 ekor hamster corak, lengkap dengan rumah dan tempat bermain.


Bersyukur hewan-hewan tersebut sekarang menemani saya. Ada yang menghibur saya ketika hati saya sedang remuk, mekipun mereka tidak bisa bercakap-cakap dengan saya.Semoga mereka sehat selalu dan betah menemani saya.

Thursday, May 12, 2011

diam

aku haus kata-kata

aku haus bicaramu

tolong jangan diamkan aku

Tuesday, May 10, 2011

Konser dan Keluarga


Beberapa hari terakhir ini saya menonton iklan BKKBN di layar televisi, model iklannya penyanyi muda Afgan. Di situ Afgan cerita tentang bagaimana dia mempersiapkan sebuah konser secara matang, dimulai dari latihan suara, tata panggung, lighting, koreografi dan band pengiring. Menurutnya itulah kunci sukses sebuah konser. Kemudian ia berujar begitu juga dalam membangun sebuah keluarga, harus dipersiapkan secara matang.

Saya mungkin setuju dengan konsep iklan tersebut, bahwa jika ingin sukses dalam mencapai suatu tujuan, perlu persiapan yang matang. Namun apakah keluarga bisa disamakan dengan sebuah konser? Apakah seorang artis yang behasil me-manage sebuah konser, di saat yang sama ia juga berhasil dalam me-manage perencanaan dalam berkeluarga? saya rasa tidak selalu. Lihatlah para artis yang digelari Diva di negeri ini. Kurang sukses apa mereka menggelar konser? Penjualan tiket sold out, kapasitas tempat penuh sesak oleh penonton yang berjubel, keuntungan melimpah ruah, namun urusan keluarga? malah berantakan..

Lalu kenapa model iklan yang dipilih adalah Afgan? Apakah sosoknya cukup mewakili pesan bahwa keluarga yang dipersiapkan secara matang, kelak akan menjamin sebuah keluarga yang bahagia dalam waktu langgeng?Saya bingung. Penyanyi muda tersebut mungkin sukses di dunia tarik suara, namun dalam perencanaan keluarga?ada pengalaman?

Ah,pikiran positif saya mengatakan bahwa maksud dijadikannya penyanyi ini sebagai model iklannya karena ia cukup mewakili untuk icon "manusia muda yang berhasil dalam perencanaan". Tujuannya agar para remaja seusia model iklannya bisa sukses dalam merencanakan segala hal, termasuk membangun sebuah keluarga.

Bagi saya yang sangat awam dengan ilmu komunikasi media (terlebih iklan), iklan ini terasa janggal. Di mata saya, seorang model iklan harus benar-benar mewakili iklan yang disampaikannya. Misalnya, model iklan shampoo harus memiliki rambut yang bagus dan terawat, model iklan sabun mandi harus memiliki kulit yang bersih dan mulus, jauh dari kudis. Nah untuk urusan keluarga berencana, dari dulu saya terbiasa menyaksikan model iklannya adalah sepasang suami-istri yang digambarkan bahagia hidup dengan anak-anaknya. Di depan kamera, mereka tersenyum seolah berkata kepada pemirsa "beginilah buktinya jika sebuah keluarga direncanakan secara matang, maka contohlah kami".

Maka bagi saya, sosok penyanyi muda ini sebagai bintang iklan keluarga berencana belumlah tepat karena belum ada bukti bahwa ia sukses dalam membangun sebuah keluarga. Btw, kenapa ya saya gak ada kerjaan ngomentarin iklan, sementara saya sendiri selalu berantakan dalam perencanaan. Apalagi berhubungan dengan yang namanya berkeluarga.

Monday, May 9, 2011

Cinta Tanpa Alasan

aku mencintaimu, karena aku mencintaimu, tak perlu alasan lain....

cinta sejati tak mengenal alasan ketika ditanya mengapa kita jatuh cinta.

Sunday, May 8, 2011

Ekspresif


Bahaya!! Sampai usia saya yang sekarang, saya masih belum pandai menyembunyikan suasana hati. Nampaknya saya masih belum berbakat untuk menjadi aktor.

Kemarin, asisten saya di tempat kerja menegur saya dengan pertanyaan yang benar-benar tepat sasaran, "kenapa A? ada apa? cerita dong!". Saya benar-benar kaget dengan pertanyaannya yang tiba-tiba itu. Suasana hati saya memang sedang tidak nyaman, saya sedang galau, dan saya telah berusaha untuk menunjukkan profesionalitas kerja. Namun rupanya air muka saya terlalu mudah ditebak. Ketika saya menjawab "ga da papa, emang kenapa?", assisten saya tersenyum geli "ga usah bohong! muka lu kusut banget".

Rupanya saya belum berubah, sedari dulu ekspresi muka saya ketika sedih atau galau terlalu mudah ditebak oleh orang lain. Ternyata hal ini dikarenakan kebiasaan sehari-hari saya yang --menurut sebagian besar teman saya-- nampak semangat dan ceria. Jadi, ketika sorot mata saya sudah sayu, orang lain akan dengan mudah menerka bahwa saya sedang menghadapi masalah.

Sebenarnya saya tak ingin kebiasaan ini berkelanjutan, karena biasanya hal tersebut membawa efek yang lebih buruk pada kondisi hati saya. Jika raut muka saya sedang sedih, teman-teman saya akan tampil menjadi pahlawan untuk menghibur saya dengan harapan saya segera pulih, kembali menjadi sosok yang menyenangkan. Sayangnya, setiap kali hal tersebut dilakukan, saya biasanya malah menjadi merasa terusik. Saya lebih suka menghadapi permasalahan yang saya hadapi dengan menyendiri, menarik diri, mengintrospeksi diri sendiri, kemudian pelan-pelan menganalisis masalah yang saya hadapi dan mencari solusinya sendiri. Bukannya tidak ingin mendapatkan solusi dari orang lain, namun saya lebih percaya dengan kata hati saya. Mungkin terdengar egois, namun itulah saya.