Tuesday, June 21, 2011

Mati Lampu


Saya dibuat tertawa geli ketika tadi sore terjadi mati lampu. Salah seorang crew saya --laki-laki--yang sedang membereskan gudang panik luar biasa. Bunyi kardus berjatuhan ketika ia berlari keluar gudang menuju keluar. Seorang crew --wanita-- yang sedang membereskan tas raket juga lari keluar dengan membawa tas raket saking paniknya.

Di toko lama, saya memiliki assisten yang juga takut akan gelap. Pernah sekali waktu lampu mati, ia dan seorang crew sedang berada di gudang. Sontak mereka kalang kabut sambil berteriak "Mamaaaaahhhhh.....", tumpukan kardus sepatu di area gudang dibuat berantakan ditabraknya. Saya pikir wajarlah mereka perempuan.

Nah yang bikin saya tertawa justru seorang crew saya (laki-laki), ia seorang pesulap dan ahli hipnotis.Ketika itu mati lampu sampai menjelang tutup toko. Saya masih menyelesaikan administrasi toko dan menyuruhnya untuk segera berganti seragam ke gudang. Saya meminjamkannya telepon genggam yang dilengkapi lampu senter untuk membantu menerangi gudang. Dia diam sambil bilang "Nanti saja sama Bapak...". Owalahhhh....rupanya ia takut.

Di satu sisi saya ingin tertawa (kenapa sih harus takut akan gelap?, apalagi seorang laki), namun di sisi lain saya juga belajar untuk menghargai phobia orang lain akan kegelapan. Mungkin mereka pernah punya phobia di masa lalu akan kegelapan. Sedangkan saya, dari kecil terbiasa dengan kegelapan.

Di desa saya, listrik baru mengalir ketika saya duduk di bangku kelas 3 SD. jadi sebelumnya saya terbiasa dengan kegelapan di malam hari. Bahkan karena saking terbiasanya saya dengan kegelapan, tidur saya justru akan lebih nyenyak tatkala lampu dalam keadaan mati.

Friday, June 3, 2011

Cium Tangan

Seminggu yang lalu saya dibuat tertegun takjub. Seorang lelaki bule masuk ke toko. Dia memberikan komentar "design toko Anda bagus", dan saya menjawab "terima kasih". Kemudian temannya datang, mereka masuk ke area display sepatu futsal. Setelah dibantu oleh seorang crew, akhirnya mereka bertransaksi sepasang sepatu. Ketika temannya bertransaksi di area kasir, bule pertama menghampiri saya di pintu masuk toko. Kebetulan lewatlah sepasang cowok-cewek. Yang cewek mengenakan tank top seksi, legging dan sepatu high heels, lengkap dengan dandanan menor. Sang bule tiba-tiba saja berujar "Cewek di kota ini nakal ya? pada senang selingkuh dan matre!", saya kaget, rupanya dia lancar berbahasa Indonesia, dan saya menjawab konyol "Ya, kebanyakan begitu, mereka senang memanfaatkan". Sang bule menimpali "Saya pernah berpacaran dengan orang sini, tapi saya tidak suka, meraka nakal". Saya bertanya, "Sudah berapa lama tinggal di sini?" "Setahun lebih," jawabnya.

Obrolan kami terpotong dengan selesainya transaksi temannya. Sang bule mengucapkan terima kasih terlebih dulu (kecolongan nih, biasanya saya yang duluan mengucapkannya). Dan tanpa diduga dia mengajak saya salaman, dan ---inilah yang membuat saya kaget sekaligus takjub--- dia mendaratkan tangan saya ke keningnya. Saya terdiam mematung sekaligus canggung. Inilah pertama kalinya tangan saya dicium penuh hormat oleh customer saya, bule pula.

Sedari saya kecil, tradisi cium tangan adalah dilakukan oleh orang yang usianya muda kepada yang lebih tua. Cium tangan kepada kedua orang tua saya adalah kebiasaan saya juga setiap saya akan berangkat meninggalkan rumah atau pulang dari bepergian. Cium tangan juga dilakukan jika bertemu kerabat saya yang usianya lebih tua. Di luar itu, saya hanya mencium tangan guru atau orang yang baru dikenal dengan catatan usianya jauh lebih tua dari saya.Kalaupun ada orang tua mencium tangan orang yang lebih muda, biasanya dilakukan untuk penghormatan kepada penguasa (presiden, gubernur, bupati, camat, lurah dan semacamnya). Maka di benak saya, cium tangan adalah sebuah bentuk penghormatan.

Maka, dengan diciumnya tangan saya oleh sang bule tadi, saya dibuat takjub. Kami baru beberapa menit bertemu. Saya tidak tahu nama dia siapa (walau mungkin dia tahu nama saya dari name tag/ID card yang saya kenakan). Dia juga baru setahun di negeri ini. Entahlah, apakah di negerinya hal tersebut biasa dilakukan atau dia mengaplikasikan budaya cium tangan di negeri ini namun tidak membedakan usia. Yang jelas, saya benar-benar tersanjung. Di saat budaya tersebut mulai memudar dan jarang saya lihat (saya jarang menyaksikan adegan tersebut dilakukan remaja atau orang dewasa selain kepada keluarga), orang asing ini justru menunjukkan tata krama yang begitu indah.